Di tengah keraguan dan tantangan hidup, kisah Nabi Musa as menjadi inspirasi bagi banyak orang. Salah satu momen penting dalam kehidupan Nabi Musa adalah ketika ia menerima wahyu melalui dialog langsung dengan Tuhan Yang Mahakuasa. Peristiwa ini terjadi di sebuah tempat yang penuh makna, yaitu di Bukit Tursina. Di sana, Nabi Musa mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa, yang menjadi bagian dari perjalanan panjangnya sebagai utusan Allah.
Dalam Al-Qur’an, kisah ini disebutkan dalam Surah Ta Ha ayat 9–13:
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon kepada Rabbnya: ‘Ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku (wajah-Mu) agar aku dapat melihat-Mu’. Allah berfirman: ‘Kamu tidak akan dapat melihat-Ku, tetapi lihatlah ke bukit itu, jika kamu sanggup menahan diri, maka kamu akan melihat-Ku.’ Lalu Musa menghadap ke bukit itu, dan tiba-tiba dia dikelilingi oleh cahaya, lalu ia jatuh pingsan. Dan setelah ia sadar, ia berkata: ‘Aku bertobat kepada-Mu, dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.’”
Peristiwa ini menunjukkan bahwa Nabi Musa memiliki keinginan kuat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia ingin melihat wajah-Nya, sebuah permintaan yang sangat tinggi dan hanya dilakukan oleh seorang nabi yang memiliki ketakwaan yang luar biasa. Namun, Tuhan menjawab dengan cara yang bijaksana, memberinya kesadaran bahwa manusia tidak bisa melihat wajah-Nya secara langsung. Dengan demikian, Nabi Musa pun menerima wahyu melalui suara yang datang dari balik tabir api.
Di tempat yang sama, Nabi Musa juga menerima wahyu pertamanya. Pada saat itu, ia sedang berada di dekat api yang menyala-nyala. Allah mengizinkan ia melihat api tersebut, namun tidak boleh mendekatinya. Dari balik api, Allah berbicara kepadanya, memberikan petunjuk dan perintah untuk menyampaikan pesan-Nya kepada Bani Israel. Ini menjadi awal dari misi besar Nabi Musa sebagai utusan Tuhan.
Selain itu, kisah Nabi Musa juga mencakup peristiwa lain yang menunjukkan kedekatannya dengan Tuhan. Dalam surah Al-A’raf ayat 142, disebutkan bahwa Nabi Musa diberi waktu selama empat puluh malam untuk bermunajat kepada Tuhan. Waktu ini digunakan untuk memperdalam pemahaman tentang kitab Taurat dan mempersiapkan diri sebagai pemimpin bagi Bani Israel. Dalam masa itu, ia meninggalkan kaumnya dan menyerahkan kepemimpinan kepada saudaranya, Harun.
Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa Nabi Musa tidak hanya menerima wahyu secara langsung, tetapi juga melalui proses pengajaran dan latihan yang panjang. Dari dialog dengan Tuhan, ia belajar tentang kesabaran, ketakwaan, dan tanggung jawab sebagai seorang nabi. Ia juga belajar bagaimana menghadapi tantangan dan menghadirkan keadilan dalam masyarakat.
Kisah Nabi Musa As yang menerima wahyu melalui dialog langsung dengan Tuhan merupakan contoh nyata bahwa hubungan antara manusia dan Tuhan bisa terjalin melalui kepercayaan, kesabaran, dan ketakwaan. Ia menjadi teladan bagi umat Islam, khususnya dalam menjaga keimanan dan menjalankan perintah Tuhan dengan penuh kejujuran dan kesadaran.
