Pernyataan Ulil Abshar Abdalla Terkait Kerusakan Lingkungan dan Penambangan
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulil Abshar Abdalla, merespons sorotan publik terkait pernyataannya yang kembali viral di media sosial. Video lama Ulil itu ramai dibandingkan dengan berbagai konten kerusakan lingkungan di Pulau Sumatera, yang disebut menjadi penyebab tiga provinsi di wilayah tersebut—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—luluh lantak akibat banjir bandang dan tanah longsor.
Salah satu konten yang sama diunggah di Instagram oleh akun pegiat perempuan @travelmom*** pada Sabtu, 29 November 2025. Dalam unggahan tersebut, ia menulis:
“Kok bisa pendapat para ahli dihempas? Kok bisa demi program yang bikin banyak keracunan anak Indonesia, alam ini dilibas? Kok bisa ini semua disebut narasi yang menakut-nakuti?”
Pernyataan Ulil yang dipertanyakan itu dilontarkan saat ia menjadi bintang tamu dalam sebuah tayangan televisi swasta. Saat itu, Ulil berdebat dengan seorang pegiat lingkungan. Ia menyebut pegiat tersebut sebagai “wahabi lingkungan” karena menolak aktivitas tambang dengan alasan merusak lingkungan. Dalam potongan video yang viral, Ulil menyatakan bahwa dalih kerusakan lingkungan untuk menolak tambang merupakan bentuk menakut-nakuti publik. Ia juga sempat mempertanyakan alasan pegiat lingkungan yang ingin mengembalikan ekosistem seperti semula.
Menurut Ulil, potongan video soal pernyataannya sering disalahartikan dan sengaja disebar oleh orang-orang yang ingin menyerangnya. “Saya memang menyadari bahwa pernyataan saya itu dipelintir untuk menyerang saya. Namanya juga pelintiran bisa dilakukan siapa saja,” kata dia saat ditemui di Kantor PBNU, Jakarta, pada Selasa, 2 Desember 2025.
Maksud dari Pernyataan Ulil Mengenai Tambang
Ulil kemudian menjelaskan maksud dari pernyataannya yang mendukung aktivitas tambang. Ia menyampaikan pandangannya bahwa tambang merupakan anugerah dari Tuhan yang harus dimanfaatkan, sejajar pentingnya dengan perlindungan lingkungan. Tanpa tambang, menurut Ulil, peradaban manusia tidak akan mencapai era teknologi seperti saat ini. Ia mencontohkan adanya jaringan listrik, internet, dan telepon sebagai hasil dari penambangan.
Bagi Ulil, orang yang menolak tambang dianggap bodoh. “Jadi kalau ada orang pandangannya zero mining, sama sekali enggak ada penambangan, itu bagi saya goblok,” katanya.
Atas dasar itu, Ulil menilai menjadikan bencana banjir dan longsor di Sumatera sebagai dalih untuk menghentikan penambangan adalah sebuah kejahatan. Ia menyebut orang-orang yang berpikiran demikian sebagai “wahabi lingkungan”.
“Mereka itu memandang alam seperti kitab suci, enggak boleh diganggu. Lalu gimana? Kita punya tambang, punya emas, punya nikel, punya minyak, punya gas. Masa dibiarkan saja?” tanya Ulil. “Jadi menurut saya istilah wahabi lingkungan itu tepat. Dan mengenai sasaran itu.”
Penjelasan Lebih Lanjut tentang Kerusakan Lingkungan
Meski begitu, Ulil tak menyangkal bahwa apa yang terjadi di Pulau Sumatera disebabkan oleh kerusakan lingkungan. Namun, bagi dia, hal itu terjadi karena penambangan dan pembalakan hutan yang ilegal dan tidak sesuai aturan.
“Jadi kerusakan alam ini harus ditangani. Tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa menambang itu tidak boleh sama sekali, enggak bisa. Dengan segala kelemahan-kelemahannya, ya tambang itu adalah anugerah Allah untuk bangsa ini,” ujarnya.
Bencana banjir bandang dan longsor melanda tiga provinsi di Sumatera—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—secara bersamaan pada 25 November 2025. Selain faktor cuaca ekstrem, banjir ini diduga terjadi akibat penebangan pohon dan pembukaan tutupan hutan yang semakin masif. Video gelondongan kayu berserakan pasca-banjir surut sebelumnya beredar di media sosial.
Berdasarkan data BNPB per Selasa siang, 2 Desember 2025, korban tewas akibat bencana itu sebanyak 604 orang, dengan rincian 156 orang di Aceh, 165 orang di Sumatra Barat, dan 283 orang di Sumatera Utara. Sedangkan warga yang dinyatakan hilang sebanyak 464 jiwa. Adapun korban luka-luka sebanyak 2.600 orang dan masyarakat yang terdampak 1,5 juta orang. Selanjutnya, 570.700 orang warga mengungsi akibat bencana tersebut.
