Air bersih menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat yang terdampak bencana, seperti yang saat ini dialami oleh 3,3 juta korban banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Banyak warga menghadapi kesulitan dalam memperoleh air bersih akibat kerusakan infrastruktur dan gangguan distribusi bantuan.
Di Meureudu, ibu kota Kabupaten Pidie Jaya, warga mengaku terpaksa minum air hujan yang ditampung selama tiga hari untuk bertahan hidup karena tidak ada bantuan yang diterima. Hal serupa juga dilaporkan dari Lubuk Tukkko, Tapanuli Tengah. Warga di sana memanfaatkan air hujan sebagai pengganti air bersih, tetapi hal ini menyebabkan beberapa orang jatuh sakit setelah mandi dengan air tersebut.
Korban banjir di Tapanuli Tengah, Damai Mendrofa, mengatakan bahwa saat ini masyarakat memanfaatkan parit untuk mencuci lantaran aliran air dari PDAM belum pulih. Menurut pakar hidrologi dari Serayu Institute, Ahmad Munir, dalam kondisi seperti ini, warga bisa memanfaatkan air hujan, air tergenang, atau air sungai yang disaring terlebih dahulu menggunakan teknologi filtrasi sederhana. Namun, ia menekankan bahwa air hasil penyaringan tersebut tidak boleh dikonsumsi.
Krisis Air
Mayoritas korban banjir bandang dan longsor di Sumatra mengeluhkan hal yang sama: tidak ada air bersih. Arjun, seorang warga di Lubuk Tukko, Sumatra Utara, mengatakan banjir yang terjadi pekan lalu telah merusak kampungnya. Setelah seminggu, belum ada bantuan yang masuk. Warga akhirnya saling membantu membagikan makanan yang dimasak.
“Belum ada bantuan sama sekali,” ujarnya kepada BBC News Indonesia. Yang membuatnya cemas adalah akses layanan dasar seperti air bersih terputus total. Ketiadaan air bersih mendorong warga memakai air hujan sebagai pengganti. Akibatnya, keponakannya dilarikan ke fasilitas kesehatan setelah beberapa kali mandi dengan air hujan.
Warga lainnya, Lodewik FS. Marpaung, mengatakan sebagian masyarakat menggunakan air sumur karena air sungai bau dan berwarna kuning akibat banyak bangkai. Di beberapa desa di Tapanuli Tengah, jalur transportasi putus sehingga satu-satunya akses hanya lewat jalur udara.
Berapa Banyak Air Bersih yang Dibutuhkan?
Ahmad Munir, pakar hidrologi dari Serayu Institute, menjelaskan bahwa situasi yang terjadi di sejumlah wilayah terdampak banjir bandang dan longsor di Sumatra bisa disebut sebagai krisis air. “Supply dan demand tidak seimbang,” katanya. Meskipun kebutuhan meningkat, sumber daya air tidak cukup.
Menurut data BNPB, setidaknya 1,1 juta orang mengungsi akibat banjir bandang dan longsor di Sumatra. Ahmad Munir mengestimasi kebutuhan air bersih per hari sebesar 66 juta liter, yang membutuhkan sekitar 6.600 truk kecil untuk pendistribusian setiap hari.
Apa yang Bisa Dilakukan Jika Belum Ada Bantuan Air Bersih?
Terputusnya akses jalan transportasi menyulitkan pendistribusian bantuan air bersih. Warga harus bertahan dengan memanfaatkan air hujan, air tergenang, atau air sungai yang disaring terlebih dahulu. Ahmad Munir menyarankan penggunaan kain atau ember untuk penyaringan hingga air menjadi jernih dan tidak berbau.
Jika air sungai terkontaminasi bangkai hewan atau jasad manusia, kontaminasi tersebut tidak akan begitu berdampak jika air sudah disaring hingga jernih. Namun, air tersebut tidak disarankan untuk dikonsumsi. Sebaiknya, pemerintah atau relawan mengirimkan tangki air bersih dari PDAM atau air galon.
Apa yang Diupayakan Pemerintah?
BNPB telah menyiapkan ribuan bantuan, termasuk paket sembako, alat kebersihan, pakaian, matras, starlink, tenda pengungsi, dan perahu sampan. Palang Merah Indonesia (PMI) juga mengirimkan 60 mobil tangki air, termasuk 20 unit dari Sumatra Barat, untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.
Selain itu, PMI menyiapkan puluhan ribu kompor gas, penjernih air, serta bantuan logistik dasar lainnya. Lebih dari 700 orang meninggal dunia, dan jembatan darurat sedang dibangun sebagai upaya penanganan terbaru banjir dan longsor di Sumatra.
Penampakan kayu gelondongan yang hanyut bersama banjir di Sumatra.
Foto-foto sebelum dan sesudah banjir melanda Aceh, Sumbar, dan Sumut.
Pengakuan warga Kabupaten Agam, Aceh Tengah dan Tapanuli Tengah yang terisolasi – ‘Demi makan, kami harus menembus kubangan lumpur’.
Prabowo didesak tetapkan banjir dan longsor di Sumatra sebagai bencana nasional – ‘Masyarakat sampai menjarah demi bertahan hidup’.
‘Mama saya meninggal dalam keadaan salat’ – Akhir perjuangan anak mencari sang ibu yang hilang di tengah banjir bandang Sumbar.
