Peran Kecerdasan Buatan dalam Transformasi Energi di Asia Tenggara
Di tengah meningkatnya permintaan energi global, kecerdasan buatan (AI) menjadi perangkat krusial bagi perusahaan utilitas di Asia Tenggara. Dalam paparannya, Arum Biswas, Strategic Engagements Leader IBM Consulting, Asia-Pacific, menyatakan bahwa kawasan ini berada pada titik lonjakan kebutuhan listrik. Untuk memenuhi permintaan tersebut secara aman, terjangkau, dan berkelanjutan, teknologi—terutama AI—dibutuhkan sebagai penggerak utama.
Survei yang dilakukan oleh IBM terhadap sekitar 100 eksekutif utilitas global menunjukkan optimisme yang sangat kuat terhadap peran AI di industri energi. Sebanyak 88% responden meyakini AI akan memberikan keunggulan kompetitif yang terukur dalam tiga tahun ke depan, sementara 94% lainnya menilai AI akan menyumbang peningkatan pendapatan melalui model bisnis baru yang hanya bisa muncul berkat penerapan AI.
Penerapan AI dalam Rantai Nilai Energi
Penerapan AI kini telah merentang di seluruh rantai nilai energi mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi hingga manajemen aset. Penggunaan terbesar berada pada workforce optimization, predictive maintenance, dan outage management. Namun, area dengan potensi pertumbuhan terbesar adalah grid monitoring dan optimisasi, yang saat ini baru dimanfaatkan sekitar seperempat pelaku industri.
IBM memberikan contoh implementasi AI pada utilitas Australia yang mampu meningkatkan akurasi peramalan energi lebih dari 30% serta memangkas waktu penyusunannya hingga 90%. Selain itu, IBM sedang mengembangkan grid foundation model, sebuah model AI khusus kelistrikan yang dilatih menggunakan data jaringan listrik dari Amerika Utara dan Eropa. Model ini diproyeksikan mampu mendukung prediksi gangguan, load forecasting, vegetasi, hingga pemulihan pascabencana.
Tantangan dalam Adopsi AI
Meskipun AI menawarkan banyak manfaat, IBM mengakui dua tantangan utama dalam adopsi AI: konsumsi energi pusat data yang meningkat dan kompleksitas integrasi AI dengan sistem warisan (legacy). Tantangan teknis ini diperkuat oleh hambatan sosial seperti kesiapan talenta, kualitas data, hingga kepercayaan regulator terhadap keandalan model.
“IBM menekankan bahwa adopsi AI membutuhkan pondasi yang mencakup strategi, data, model, governance, change management, serta pengembangan keterampilan baru,” ujar Arum Biswas.
Modernisasi Energi di Asia Tenggara
General Manager & Technology Leader IBM ASEAN, Catherine, menyampaikan bahwa Asia Tenggara memasuki masa kritis modernisasi energi. Target baru ASEAN mencakup 30% bauran energi terbarukan dan 45% kapasitas terpasang energi terbarukan pada 2030, menandai peningkatan agresif dalam kebijakan energi bersih kawasan.
IEA memperkirakan Asia Tenggara akan menyumbang 25% pertumbuhan permintaan energi global pada 2035, hanya kalah dari India. Tekanan modernisasi pun tidak terhindarkan: utilitas harus memperbarui infrastruktur tua, mengintegrasikan energi terbarukan yang variatif, serta meningkatkan ketahanan jaringan di tengah risiko climate change dan populasi urban yang makin padat.
Implementasi AI di Sektor Energi Regional
IBM memaparkan sejumlah implementasi AI di sektor energi regional:
- Hibiscus Petroleum (Malaysia) menggunakan IBM Maximo untuk manajemen aset berbasis AI.
- Meralco PowerGen (Filipina) mengadopsi Maximo Application Suite untuk meningkatkan kontrol aset kritis.
- PLN Icon Plus (Indonesia) memanfaatkan Maximo untuk meningkatkan efisiensi dan reliabilitas operasi.
- Energy Market Company (Singapura) mengandalkan IBM Power untuk kinerja pasar listrik yang stabil.
- Cirebon Power (Indonesia) mengintegrasikan Maximo dalam proses keselamatan dan operasi pembangkit.
Selain itu, IBM juga menampilkan penerapan AI untuk inspeksi infrastruktur melalui drone yang dapat mendeteksi kerusakan, memprediksi pertumbuhan vegetasi di jaringan transmisi, serta menghasilkan peringatan dini melalui IoT dan analitik statistik.
Kesimpulan
IBM menilai bahwa dengan meningkatnya risiko iklim, tuntutan elektrifikasi, dan infrastruktur yang menua, utilitas di Asia Tenggara tak lagi memiliki opsi selain mempercepat transformasi berbasis kecerdasan buatan. AI diyakini akan menjadi fondasi utama dalam menciptakan sistem energi yang lebih efisien, andal, aman, dan tahan terhadap berbagai tekanan eksternal.
“Adopsi AI bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan strategis. AI meningkatkan efisiensi, memperkuat keandalan, dan mendukung komitmen keberlanjutan yang kini menentukan daya saing industri energi,” pungkas Catherine.
