Persidangan Korupsi HPL Pasir Panjang Indah Memasuki Babak Kritis
Persidangan terkait kasus korupsi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pasir Panjang Indah di Kota Singkawang memasuki babak krusial. Jaksa Penuntut Umum menuntut Sumastro, Sekretaris Daerah sekaligus mantan Penjabat Wali Kota Singkawang, dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta. Dua pejabat lainnya, Widatoto (Kepala BPKAD) dan Parlinggoman (Kepala Bapenda), juga dituntut pidana dan masing-masing dikenai denda Rp300 juta.
Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pontianak, Jumat 5 Desember 2025. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Kusumaningrum, dengan anggota Ukar Priyambodo dan Anies Saputro, serta Panitera Pengganti Marlin Yustitia Vika. Jaksa Agus Sudarmanto menjadi penuntut utama dalam persidangan ini.
Dalam surat tuntutan, jaksa menilai pengelolaan lahan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pemerintah Kota Singkawang dengan PT Palapa Group selama 30 tahun (2021–2051) cacat dari awal. Jaksa meminta Hak Guna Bangunan atas nama PT Palapa Group dibatalkan.
Kasus bermula dari pemberian keringanan retribusi 60 persen atas kewajiban perusahaan tersebut. Retribusi awal sebesar Rp5,667 miliar dipotong menjadi Rp2,535 miliar, yang dibayar selama 10 tahun dengan cicilan sekitar Rp17,460 juta per bulan. Kerugian negara dihitung sebesar Rp3,142 miliar.
Jaksa menilai keputusan keringanan itu bersumber dari beled yang ditandatangani Sumastro saat menjabat sebagai Penjabat Wali Kota pada 21 Desember 2022, merujuk pada Nota Dinas 12 Desember 2012 yang diterbitkan Wali Kota Tjhai Chui Mie. Nota dinas tersebut diakui langsung oleh Tjhai Chui Mie saat bersaksi dalam sidang 21 November 2025.
Penahanan Para Terdakwa
- Sumastro ditahan Kejaksaan Negeri Singkawang sejak 10 Juli 2025.
- Parlinggoman dan Widatoto ditahan sejak 2 Oktober 2025.
Tim kuasa hukum Sumastro, Agus Adam P. Ritonga, Syarif Kurniawan, Ridwan MY, William Manullang, dan Fahrurrazi dijadwalkan membacakan pledoi pada 10 Desember 2025.
Kasus HPL Singkawang tidak hanya menyasar tiga pejabat. Kini, sorotan publik mengarah pada dugaan bahwa struktur perkara ini menyimpan kejanggalan serius.
Herman Hofi Munawar, pengamat hukum dan kebijakan publik Kalimantan Barat, menilai tuntutan jaksa tidak menyentuh inti persoalan. Ia menyebut kasus ini “mengabaikan logika hukum” karena hanya membidik pelaksana administratif.
“Ini sangat memprihatinkan. Tiga orang itu hanyalah pelaksana administratif. Mereka menjalankan perintah. Tetapi justru mereka yang dijadikan tersangka, sementara pihak yang memiliki otoritas utama, Wali Kota, tidak tersentuh,” ujar Herman, Jumat 5 Desember 2025.
Menurut Herman, mekanisme pemerintahan menempatkan Wali Kota sebagai primus inter pares: pengambil keputusan tertinggi dalam urusan izin, kebijakan, dan kerja sama strategis.
Ia mempertanyakan mengapa pejabat yang memerintahkan justru tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka maupun diperiksa secara mendalam.
Herman menekankan bahwa sejak awal, proyek kerjasama dengan PT Palapa (sering salah tulis menjadi Balapa) bermasalah. Pemerintah Provinsi dan Kementerian Dalam Negeri bahkan menyarankan tender ulang karena perusahaan itu tidak memiliki rekam administrasi yang bersih.
“Perusahaan itu tidak taat pajak, bahkan menunggak BPHTB bertahun-tahun. Ini cacat administrasi serius. Mengapa tetap dipaksakan?” katanya.
Ia memaparkan fakta lain yang muncul dalam persidangan, rapat internal Pemkot Singkawang pada 23 Juli 2021 secara tegas menolak kerjasama dengan perusahaan tersebut berdasarkan temuan ketidakpatuhan administratif. Namun keputusan final justru berbalik arah.
“Staf menolak, tetapi wali kota memerintahkan agar perusahaan itu tetap diberikan hak istimewa. Aneh. Bahkan yang menolak justru ditetapkan tersangka. Ini malpraktik penegakan hukum,” tegas Herman.
Herman mengutip konsep pleger–mede pleger–don pleger dalam hukum pidana. Dalam kasus ini, ia menilai posisi wali kota jelas merupakan don pleger berkewenangan, pemberi perintah yang mengikat secara hierarkis.
“Tidak mungkin tiga pegawai dibebani seluruh tanggung jawab sebagai pelaku. Ini logika yang dipaksakan,” ujarnya.
Karena itu, ia menilai Kejaksaan Tinggi Kalbar harus melakukan eksaminasi total terhadap surat dakwaan dan gugatan kejaksaan, penetapan tiga tersangka, dan alasan tidak dimasukkannya wali kota dalam konstruksi dugaan perbuatan melawan hukum.
Herman mengapresiasi langkah masyarakat dan LBH yang melaporkan kejanggalan kasus HPL tersebut.
“Itu bentuk kepedulian publik terhadap tegaknya hukum. Bukan ancaman. Bukan pelanggaran,” katanya.
Ia menyebut perkara ini berpotensi menjadi preseden gelap dalam sejarah penegakan hukum daerah apabila aktor pengambil keputusan tetap dibiarkan berada di luar lingkaran hukum.
“Bagaimana mungkin pihak yang menolak justru tersangka, dan pihak yang memberi perintah dibebaskan? Ini ironi hukum,” ujarnya.
Herman pun mendesak keberanian Kejati Kalbar untuk menelusuri ulang akar persoalan.
“Keadilan tidak boleh berhenti pada mereka yang lemah. Keadilan harus menyentuh mereka yang berkuasa.” tutupnya.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bhakti Nusa, Ketua LBH Muhammad Syafiuddin, Bahtiar Ismail ST bersama koalisi masyarakat Antikorupsi, Andri Hermawan dan Irza Nursadi mendatangi Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat pada 1 Desember 2025.
Muhammad Syafiuddin mengatakan, kedatangan menyampaikan surat tersebut agar segera mentersangkakan Tjhai Chui Mie. Ia menduga dialah sebagai aktor intelektual terjadinya korupsi keringanan retribusi pengelolaan aset HPL Pasir Panjang Indah.
I Wayan Gedin Arianta SH MH, Kepala Seksi penerangan hukum Kejati Kalbar mengatakan, tengah mempelajari surat yang disampaikan LBH Bhakti Nusa dari Singkawang.
“Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mencermati aspirasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat,” ujarnya.
Dikatakan I Wayan Gedin Arianta, Kejaksaan Negeri Singkawang telah melaksanakan tugas dengan baik. Fakta di persidangan dan putusan majelis hakim nanti akan dijadikan rujukan penanganan lebih lanjut.
Hingga berita ini ditayangkan belum ada keterangan resmi dari Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie, meskipun tim redaksi sudah mengkonfirmasi melalui WhatsApp pada Jumat 5 Desember 2025.
