Terkuak! Sumber Air Aqua Diduga Milik Dedi Mulyadi, Ini Kondisinya Sekarang

Apa yang sebenarnya terjadi dengan sumber air Aqua? Apakah benar berasal dari sumur bor atau mata air pegunungan? Mengapa Gubernur Jabar kaget saat mengetahui fakta ini?

Mediahariini.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik produsen air minum dalam kemasan (AMDK) AQUA di Subang, Jawa Barat. Saat kunjungannya, Dedi menemukan fakta yang mengejutkan: sumber air Aqua ternyata berasal dari sumur bor, bukan dari mata air pegunungan seperti yang dipersepsikan masyarakat luas.

“Ngambil airnya dari sungai?” tanya Dedi kepada salah satu pekerja. “Airnya dari bawah tanah pak,” jawab pekerja tersebut. Dedi langsung terkejut dan bertanya lagi apakah air yang diproduksi itu dari bawah tanah, bukan air permukaan.

“Kami mengambil air dari bawah tanah melalui sumur bor,” jelas perusahaan, seperti dilansir dari video YouTube @KANGDEDIMULYADICHANNEL (1) pada 22 Oktober 2025.

Dedi pun menyampaikan kekhawatirannya terhadap pengambilan air tanah dalam jumlah besar yang dinilai berpotensi menimbulkan risiko lingkungan seperti banjir dan longsor. Ia menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab sesuai amanat konstitusi.

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat,” ujar Dedi dalam sidak tersebut.

“Pengambilan air harus diperhitungkan agar tidak merugikan masyarakat sekitar yang mungkin kekurangan air bersih,” tambahnya.

Pihak Danone Indonesia, pemilik merek Aqua, memberi penjelasan bahwa sumber air Aqua berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap sumber air dipilih melalui proses seleksi ketat yang melibatkan 9 kriteria ilmiah, 5 tahapan evaluasi, dan minimal 1 tahun penelitian, seperti dikutip dari akun Instagram @tvonenews (2).

Namun, Dedi tetap mempertanyakan efek pengambilan air dari sumur bor hingga kedalaman ratusan meter di daerah pegunungan. Ia menegaskan, “Ini ngambil airnya dibor? Nggak akan ngefek sama pergeseran tanah?”

Pihak Aqua menjelaskan bahwa kedalaman sumur bervariasi, dari puluhan meter hingga ratusan. Salah satu sumber yang dicek memiliki kedalaman 132 meter dan 102 meter. Meski begitu, mereka mengklaim belum menerima komplain dari warga sekitar.

“Di sini, posisinya sama dan berdampingan dengan sumber PDAM Subang. Kita juga kerja sama dengan UGM untuk studi, termasuk posisi air kita tuh emang di bawah,” terang pihak Aqua, seperti dilansir dari artikel VIVA (3) pada 22 Oktober 2025.

Dedi kemudian meminta agar izin pengambilan air tanah dan operasional perusahaan tersebut ditinjau ulang. Ia mengingatkan agar perusahaan tidak memanipulasi data volume air yang diambil demi mencegah kerusakan lingkungan di masa depan.

“Jangan sampai air dari sini diangkut dan dijual mahal, sementara masyarakat sekitar kekurangan air bersih,” ujarnya.

Pihak Aqua juga menjelaskan bahwa sistem produksi air botolan di Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi Menteri Perindustrian. Aturan terbaru yang berisi tentang kategori AMDK adalah Peraturan Menteri Perindustrian no. 26/2019, seperti disebutkan dalam laporan CNBC Indonesia (4) pada 23 Oktober 2025.

Meski demikian, Dedi tetap mempertanyakan aspek lingkungan lainnya, seperti longsor di pegunungan akibat penebangan hutan atau dampak lainnya. Ia menegaskan, “Kita harus cermati semua aspek.”

Dalam sidak tersebut, Dedi juga menyoroti volume air yang diambil perusahaan setiap hari, yaitu sekitar 2,8 juta liter. Ia menegaskan, “Itu diperoleh secara gratis. Kalau pabrik semen, kain, otomotif, mereka harus beli bahan baku. Kalau perusahaan ini, bahan bakunya enggak beli.”

Penjelasan ini membuat publik semakin penasaran tentang sumber air Aqua. Banyak yang merasa kaget karena sebelumnya percaya bahwa air mineral Aqua berasal dari “mata air pegunungan.” Namun, fakta menunjukkan bahwa industri air minum dalam kemasan memang mengambil air dari bawah tanah sebagai bahan baku.

Badan PBB yang fokus dalam riset soal air tanah, IGRAC, menyatakan 70 persen hingga 85 persen dari AMDK yang diproduksi di Jerman, Kanada, Indonesia, dan Italia berasal dari air bawah tanah. Namun, badan yang sama menyatakan penggunaan air untuk air botolan masih jauh lebih sedikit dibanding air yang digunakan untuk irigasi, seperti disebutkan dalam laporan CNBC Indonesia (5) pada 23 Oktober 2025.

Dedi Mulyadi tetap memperhatikan isu lingkungan dan keberlanjutan. Ia menegaskan, “Kita harus cermati semua aspek.”

Daftar Sumber Resmi/Kutipan:
1. @KANGDEDIMULYADICHANNEL (YouTube) – 22 Oktober 2025
2. @tvonenews (Instagram) – 23 Oktober 2025
3. VIVA – 22 Oktober 2025
4. CNBC Indonesia – 23 Oktober 2025
5. CNBC Indonesia – 23 Oktober 2025

Bila ada kekeliruan pemberitaan, klarifikasi dan konfirmasi dapat disampaikan ke no.WA: Contact: +6285136056172 (an.Frontdesk MediaHariIni.com) atau klik link ini untuk pesan langsung https://mediahariini.com/wa

Aqua #DediMulyadi #SidakAqua #SumurBor #AirMineral #SumberAir #GubernurJabar #Lingkungan #AMDK #IndustriAirMinum #Konsumen #PerusahaanAqua #Ekosistem #KesehatanLingkungan #ProduksiAir #AirTanah #PengelolaanSumberDaya #EYD #MediaHariIni #BeritaTerbaru #KonsumsiAir #TanggungJawabPerusahaan

Pos terkait