Perjalanan Dua Anak Natuna Menuju Jakarta
Marcel Rustiandi dan Destia Rani, dua anak muda dari kota kecil Natuna, kini berada jauh dari rumah. Mereka menjadi mahasiswa Institut Teknologi PLN di Jakarta, sebuah langkah besar yang mengubah hidup mereka. Setiap cerita yang mereka bagikan melalui pesan telepon membawa kembali kenangan akan laut, suara mesin pompong, dan wajah-wajah keluarga yang mereka tinggalkan.
Marcel: Ketika Laut Tak Lagi Menjadi Satu-satunya Jalan
Marcel, seorang bintang mahasiswa dengan prestasi yang luar biasa, masih ingat betul hari ketika ibunya memeluknya lebih lama dari biasanya. “Waktu itu rasanya berat sekali,” ujarnya pelan. Ayahnya, Rustam Puri, terus berjuang melawan ketidakpastian laut. “Sekarang tangkapan makin sedikit,” kenang Marcel. “Kalau Ayah pulang bawa jala, capeknya kelihatan sekali.”
Dari situ tumbuh kegelisahan Marcel: bagaimana masa depan keluarga kecil ini jika ia hanya diam? Telepon yang berdering satu sore akhirnya mengubah arah hidupnya. Ada kesempatan kuliah lewat beasiswa 3T. “Saya takut. Belum pernah jauh,” katanya. Namun, suara bergetar itu akhirnya menjawab: Iya.
Perjalanan seleksi tidak mudah. Marcel harus bolak-balik Sedanau–Ranai untuk seleksi. Ferry, biaya, lelah, semua ia alami. Namun, setiap kali pulang dan melihat ayahnya pulang melaut dengan tubuh letih tetapi tetap tersenyum, tekadnya justru semakin kuat. “Dari situ saya bilang ke diri sendiri: harus berhasil.”
Destia: Langkah Kecil dari Sedanau, Mimpi Besar untuk Masa Depan
Destia Rani, seorang gadis yang juga menyimpan keteguhan, tumbuh dari keluarga sederhana. Ayahnya, Muslim, bekerja sebagai honorer; ibunya, Dewi Sartika, mengurus rumah dan anak-anak. “Dari dulu saya yakin kalau pendidikan itu jalan saya untuk bantu keluarga,” ujarnya.
Ketika beasiswa PLN 3T dibuka, Destia ikut bersama sekitar 20 teman. Ia sempat gagal pada tes ikatan kerja, namun tidak berhenti. “Ada kesempatan kedua. Saya coba lagi,” katanya. Rutinnya jauh dari mudah. Ia harus berkali-kali pergi ke Ranai, mengurus surat di polres dan rumah sakit fasilitas yang tidak ada di kampungnya.
“Capek, tapi harus,” ucapnya dengan senyum kecil. Destia membawa sertifikat dan piala dari kegiatan non-akademik yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun. Itu menjadi modal penting. Kerja kerasnya akhirnya diganjar kabar baik: ia diterima sebagai penerima beasiswa.
Pesan dari Daerah yang Ingin Anak Muda Kembali dengan Ilmu
Dalam cerita mereka, baik Marcel maupun Destia menyampaikan pesan yang mereka terima dari Faisal Firman Kabag Kerjasama Setda Kabupaten Natuna. “Kami diminta siap secara akademik maupun non-akademik,” kata Marcel. Destia menambahkan, “Katanya Natuna butuh orang yang paham energi dan kelistrikan. Potensinya besar.”
Di balik pesan itu, mereka tahu bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang mereka tetapi tentang pulau yang suatu hari menunggu kepulangan mereka.
Pesan Pemerintah Daerah: Pendidikan untuk Anak Kepulauan Terluar
Faisal Firman menyampaikan bahwa para pejuang beasiswa ini umumnya adalah siswa yang punya tekad besar untuk maju. Ia berpesan: “Kepada siswa yang berminat beasiswa, selalu konsultasi dan belajar mempersiapkan diri dengan prestasi akademik maupun non-akademik.”
Ia juga menegaskan peran penting beasiswa ini bagi masa depan Natuna: “Sebagai daerah terluar dengan permasalahan kelistrikan dan potensi energi terbarukan—surya, angin, arus laut, dan gelombang—Natuna membutuhkan putra-putri daerah yang mampu mengelola sektor ketenagalistrikan. Untuk itulah mereka dikirim ke Institut Teknologi PLN.”
Dari Sedanau ke Jakarta: Perjalanan yang Menghubungkan Rindu dan Harapan
Kisah ini disampaikan langsung oleh dua mahasiswa yang sedang menata masa depan jauh dari rumah. Marcel dan Destia membawa bersamanya bukan hanya mimpi pribadi, tetapi juga harapan keluarga dan kampung halaman. Dari pelukan ibu di pagi keberangkatan hingga langkah pertama mereka di kampus, mereka menunjukkan bahwa anak-anak dari pulau terpencil pun mampu menembus batas.
Suatu hari nanti, mereka berjanji akan kembali bukan lagi sebagai anak nelayan atau anak honorer, tetapi sebagai putra-putri Natuna yang siap menerangi kepulauan mereka dengan ilmu dan perubahan.



















