Perjalanan Emosional dalam Novel “Gadis-gadis Histeris di Sekolah St. Bernadette”
Kasus kesurupan sering kali menjadi fenomena yang diterima dengan berbagai cara, tergantung pada budaya masing-masing negara. Di Indonesia, kesurupan sering dikaitkan dengan hal-hal mistis, sedangkan di Malaysia, kasus seperti ini bisa dianggap aneh atau bahkan sebagai aib. Namun, dalam novel Gadis-gadis Histeris di Sekolah St. Bernadette, kisah ini tidak hanya sekadar tentang mistis, tetapi juga mengangkat isu-isu penting seperti trauma, luka masa lalu, dan hak anak.
Novel karya Hanna Alkaf ini menceritakan sebuah misteri di Sekolah St. Bernadette, sebuah institusi pendidikan elit di Kuala Lumpur, Malaysia. Ketika seorang siswa mulai berteriak dan memicu histeria massal, dua siswi, Khadijah dan Rachel, harus menyelidiki sejarah kelam sekolah tersebut untuk menemukan kebenaran. Dalam buku ini, para gadis yang kesurupan disebut sebagai “penjerit”, sebuah istilah yang lebih sederhana dibandingkan kata-kata seperti “kesurupan”.
Tokoh Utama: Khadijah dan Rachel
Khadijah adalah putri pertama dari dua bersaudara yang memiliki trauma akibat ayah tirinya. Karena pengalaman traumatis itu, ia memilih untuk tidak berbicara lagi. Saat adiknya, Aishah, menjadi korban jeritan, Khadijah tahu bahwa hanya dirinya yang bisa menyelamatkan sang adik.
Sementara itu, Rachel adalah anak tunggal dari orangtua yang bercerai. Ia dipaksa untuk sempurna oleh ibunya, yang merasa perlu membuktikan bahwa ia mampu membesarkan anak tanpa bantuan mantan suaminya. Nilai ujian bagus, masuk universitas bergengsi, dan mendapatkan pekerjaan yang mapan menjadi standar yang harus dipenuhi oleh Rachel.
Trauma dan Harapan yang Tidak Sesuai
Apa yang dialami oleh Khadijah dan Rachel menjadi cerminan dari realitas yang sering kita temui di dunia nyata. Banyak orangtua yang memaksakan harapan mereka pada anak-anak, tanpa mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan anak. Hal ini menciptakan tekanan yang sangat besar bagi anak-anak, yang seringkali tidak bisa menyuarakan keinginan mereka.
Rachel, misalnya, sering bertanya-tanya apakah ekspektasi yang diberikan oleh ibunya benar-benar untuk kebaikannya atau hanya keinginan ibunya sendiri. Pertanyaan seperti ini sering muncul dalam pikiran anak-anak yang hidup dalam lingkungan yang penuh tekanan.
Kesadaran akan Kesehatan Mental Anak
Pola asuh yang kurang bijak juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus gangguan mental pada anak-anak. Anak-anak sering takut untuk bersuara karena takut salah, sehingga suara mereka hampir tidak pernah terdengar. Padahal, mereka adalah calon pemimpin masa depan yang membutuhkan dukungan dan perlindungan.
Dalam novel ini, banyak penjerit memiliki trauma dan luka di masa lalu, baik karena pola pengasuhan yang tidak sehat, bullying, atau perlakuan buruk dari orang dewasa. Sayangnya, orang dewasa sering kali tidak peduli dengan luka dan trauma tersebut. Suara anak-anak sering dianggap berlebihan dan tidak dipercaya.
Pengungkapan Kebenaran
Cerita dalam buku ini memiliki alur yang lambat, tetapi justru membuat pembaca bisa memahami setiap karakter secara utuh. Di pertengahan buku, kejadian-kejadian yang sebelumnya tampak terpisah mulai terhubung, memberikan wawasan baru tentang trauma dan luka yang dialami Khadijah.
Buku ini menjadi salah satu dari sejumlah karya yang mengangkat isu penting tentang perjuangan remaja dalam memperoleh hak atas diri mereka sendiri. Isu ini sangat relevan bagi orangtua dan anak-anak, agar mereka bisa berani menyuarakan hak mereka.
Detail Buku
Judul Buku:
The Hysterical Girls of St. Bernadette (Gadis-Gadis Histeris di Sekolah St. Bernadette)
Penulis:
Hanna Alkaf
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit:
30 Oktober 2025
ISBN:
9786020685922
Tebal:
360 halaman


















