Peristiwa Bencana Tanah Longsor yang Menghancurkan Keluarga Doris
Di Kota Sibolga, bencana tanah longsor yang terjadi pada Selasa (25/11/2025) telah menyebabkan kehilangan besar bagi keluarga Doris (33), seorang warga yang tinggal di Jalan Murai, Desa Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan. Dalam sekejap, ia kehilangan istri yang sedang hamil lima bulan, anak semata wayang, dan tiga adik kandungnya akibat longsor yang menimbun rumah mereka.
Detik-Detik Mencekam
Doris menceritakan bahwa hujan lebat telah mengguyur kawasan tempat tinggalnya selama dua hari sebelum kejadian. Namun, saat tanah longsor terjadi, hujan sudah reda. “Cerita mula-mulanya longsor ini diiringi dengan ada dua hari hujan yang begitu lebat. Tapi pas tiba-tiba dalam keadaan longsor ini, hujannya sudah enggak ada lagi, sudah cuma rintik-rintik saja, sudah reda,” ujarnya saat ditemui di lokasi kejadian, Jumat (5/12/2025).
Menjelang waktu Maghrib, Doris diminta istrinya untuk pergi ke masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka. “Pas tanda shalat Maghrib itu aku disuruh sama istriku. Katanya, ‘pergilah shalat, Yang.’ Jadi pergilah aku salat ke bawah,” kata Doris menirukan ucapan istrinya.
Setelah selesai shalat, Doris mendengar suara dentuman keras yang awalnya ia kira petir. “Selesai berdoa, di situlah aku pikir pada saat itu petir yang begitu besar. Rupa-rupanya kutengoklah dari samping sana, longsor yang begitu besar dari atas kuncup,” tuturnya.
Doris segera berlari kembali ke arah rumahnya, namun hanya menemukan timbunan tanah setinggi tiga meter yang telah mengubur tempat tinggalnya. “Ku kejarlah, nyampelah aku ke depan sini, depan rumahku. Ku tengoklah pasir itu sudah 3 meter ke atas. Jadi aku pun bingung, drop langsung. Istriku kulihat enggak ada lagi, adikku pun ku lihat enggak ada lagi,” kata Doris dengan suara bergetar.
Di dalam rumah tersebut, terdapat enam orang anggota keluarga yang tinggal di rumah peninggalan orangtuanya. Istri Doris, Irma Yani Marbun yang sedang hamil, anak pertama Doris yang masih duduk di kelas 3 SD, serta tiga orang adik Doris, semuanya tertimbun longsor.
Pencarian Manual hingga Alat Berat
Dalam kepanikan, Doris bersama kawan-kawannya nekat melakukan pencarian manual menggunakan cangkul keesokan paginya. Saat itu, ia menemukan tubuh adiknya yang sudah tak bernyawa. “Besoknya kami langsung mencari (pakai) cangkul. Pas ku cangkul-ku cangkul, dapatlah adikku yang nomor dua. Ketemu sudah tertimbun tanah semua itu,” jelasnya.
Adik-adiknya yang lain, beserta istri dan anaknya, baru bisa ditemukan setelah pengerahan alat berat ekskavator. “Nah besoknya baru, adik yang nomor dua, dapatlah di pas lah sekitar ini,” kata Doris.
“Baru yang ketiga lanjut pakai Beko lah semuanya. Awal pertama pakai cangkul dapat satu. Selain itu barulah Beko yang melanjutkan sampai ke belakang, dapatlah adik-adikku sama istriku, sama anakku lagi,” jelasnya.
Seluruh jenazah keluarga Doris berhasil dievakuasi pada hari Rabu sore dan dimakamkan pada Rabu tengah malam sekitar pukul 00.30 WIB.
Kecewa Diminta Biaya Rumah Sakit
Di tengah duka yang mendalam, Doris mengaku kecewa karena pihak Rumah Sakit Umum (RSU) FL Tobing, Kota Sibolga, tetap membebankan biaya pemulasaraan jenazah, termasuk kain kafan dan ambulans, kepadanya. “Sampai ke rumah sakit awak pikir gratis. Rupanya enggak gratis, kain kafan semua dibayar semua. Ah, jadi awak pun bingung kan. Pada saat itu uang enggak ada, uang tertimbun,” keluh Doris.
Ia merasa seharusnya ada kebijakan atau belas kasihan bagi korban bencana alam yang sudah kehilangan segalanya. “Masa pas sudah kejadian musibah kayak gini diminta uang lagi, untuk apa ya kan. Katanya sih kain kafan, memandikan. Kan seharusnya ada belas kasihan terhadap orang yang musibah,” ungkapnya dengan nada kesal.
Karena tidak memiliki uang, Doris terpaksa berutang kepada saudara-saudaranya untuk membawa pulang jenazah keluarganya. Ia menghabiskan sekitar Rp 3 juta dari pinjaman tetangga untuk memakamkan anggota keluarganya.
Kini Hidup Di Ambang Kehancuran
Kini, Doris mengungsi di rumah kerabatnya yang berlokasi di Jalan Selamat, Kotaremaja. Ia mengaku tidak memiliki apa-apa lagi selain pakaian yang melekat di badannya saat kejadian. “Kayak fasilitasku sekarang kan enggak ada lagi. Celana, baju, sudah tertimbun semua. Ini saja celana ini saja sudah satu minggu ini enggak ada diganti-ganti,” ujarnya.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai kurir ekspedisi ini berharap bisa segera bangkit dan kembali bekerja, meskipun harus memulai segalanya dari nol. Ia telah meminta izin libur selama 10 hari kepada atasannya untuk menenangkan diri, namun tidak yakin kapan ekspedisi tempatnya bekerja bisa beroperasi kembali setelah bencana ini.
“Pengen kerja lagi lah. Karena tahulah kita mulai dari nol lagi. Cuman aku bingung, dalam kerjanya kek mana ya kan, celana pun enggak punya, uang tak ada,” tuturnya.
Hingga saat ini, Doris masih belum mengetahui ke mana arah hidupnya akan berjalan setelah kehilangan anak, istri, dan adik-adiknya. Ia hanya terduduk di sisi Jalan Murai bersama warga lainnya, menyaksikan proses pencarian jenazah yang tertimbun tanah lainnya.


















