Presiden Prabowo Tiba di Aceh untuk Meninjau Penanganan Bencana
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh, pada hari Minggu (7/12/2025) untuk meninjau penanganan bencana banjir dan longsor. Kunjungan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam memastikan percepatan penanganan darurat serta pemulihan di daerah terdampak.
Saat mendarat, Presiden langsung memeluk Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem. Kehadiran presiden disambut oleh para pejabat yang hadir di landasan udara, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan beberapa menteri lainnya. Perbincangan antara Presiden dengan Gubernur Aceh dan jajaran pejabat berlangsung sebelum mereka melanjutkan perjalanan menuju titik terdampak bencana menggunakan helikopter Kepresidenan.
Kunjungan Presiden Prabowo ke Aceh dilakukan setelah kunjungan pertamanya pada Senin 1 Januari 2025. Dampak bencana alam hidrometrologi basah di Aceh cukup besar, sehingga menjadi alasan Presiden dua kali ke Aceh dalam satu pekan ini.
Sepatu Gubernur Aceh Berlumpur Tuai Pujian
Salah satu momen yang menarik perhatian publik adalah kondisi sepatu Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang berlumpur. Saat menjemput Presiden Prabowo di Bandara Sultan Iskandar Muda, Mualem terlihat masih mengenakan sepatu yang berlumur lumpur. Kondisi tersebut diduga karena beberapa hari terakhir ia kerap turun langsung ke berbagai wilayah yang terdampak banjir.
Komentar positif dari warganet pun mengalir. Beberapa netizen menyampaikan bahwa sepatu Mualem menjadi bukti bahwa ia benar-benar bekerja di lapangan. Sejumlah komentar seperti “Bahkan dari sepatu saja, kita tau siapa yg benar2 bekerja” dan “Sepatu anda menjadi saksi bisu dalam melayani wargamu” menjadi bukti apresiasi masyarakat terhadap kinerja Gubernur Aceh.
Sebelum menjemput Presiden Prabowo, Gubernur Mualem baru saja bertolak dari Aceh Utara. Di sana, ia memantau penyaluran bantuan korban bencana yang tiba di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara. Usai menjemput presiden, mereka kemudian berangkat dengan helikopter meninjau lokasi terdampak bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Bireuen.
Istri Gubernur Aceh Terjebak Banjir
Selain itu, istri Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Marlina Muzakir alias Kak Na, sempat terjebak banjir di area SPBU Panteu Breuh, Simpang Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara. Ia terjebak selama dua hari, pada Rabu (26/11/2025) hingga Jumat (28/11/2025). Kak Na tidak sendirian, ia turut dibersamai oleh Plt Kepala Dinas Sosial Aceh Chaidir beserta rombongan.
Awalnya, Kak Na bersama rombongan bergerak dari Banda Aceh menuju Lhokseumawe pada Selasa (25/11/2025) untuk menyalurkan bantuan tanggap darurat. Namun, saat perjalanan pulang, mereka tidak dapat lagi melintas setelah jalan nasional Banda Aceh–Medan di kawasan Alue Ie Puteh, Kecamatan Baktiya, terendam air hingga 2,1 meter.

Rombongan akhirnya berhasil keluar dari lokasi terjebak pada Jumat siang dengan menumpang mobil tangki pengangkut crude palm oil (CPO). Marlina duduk di bagian depan kendaraan, sementara anggota rombongan lainnya berada di atas tangki. Saat melewati genangan banjir yang masih tinggi, istri Gubernur Aceh itu tak kuasa menahan tangis.
Pemulihan Aceh Diperkirakan Telan Rp 25 Triliun Lebih
Upaya pemulihan pascabencana banjir bandang dan tanah longsor di Provinsi Aceh masih menghadapi tantangan besar. Selain besarnya kebutuhan anggaran yang mencapai Rp 25,41 triliun, pemerintah pusat menyoroti bahwa Aceh saat ini masih bergantung pada infrastruktur komunikasi darurat untuk memastikan layanan dasar tetap berjalan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menyampaikan bahwa pemulihan fisik bukan satu-satunya pekerjaan berat. Pemulihan jaringan komunikasi disebut menjadi faktor krusial karena beberapa wilayah belum dapat kembali terkoneksi tanpa perangkat darurat.
Hingga Minggu malam, BNPB mencatat 37.546 rumah mengalami kerusakan. Sebagian besar rusak ringan dan sedang, namun tak sedikit pula yang masuk kategori rusak berat. Rusak berat ini termasuk rumah-rumah yang hilang tersapu banjir.
Tak hanya pemukiman, kerusakan juga terjadi pada fasilitas publik: jembatan, jalan, sekolah, tempat ibadah, pondok pesantren, rumah sakit, hingga puskesmas. Pemerintah juga tengah mendata kerugian sektor pertanian, termasuk lahan pangan, sawah, kebun, ternak, dan tambak.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam ratas melaporkan bahwa kebutuhan anggaran pemulihan untuk Aceh saja mencapai Rp 25,41 triliun. Angka ini menunjukkan skala kerusakan yang tak hanya luas, tetapi kompleks.
BNPB menegaskan bahwa data tersebut masih bersifat dinamis dan akan terus diperbarui seiring berjalannya penanganan bencana dan pendataan lapangan. Meski fokus utama pemerintah biasanya tertuju pada perbaikan fisik, situasi di Aceh menunjukkan bahwa pemulihan jaringan komunikasi menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.



















