Harlah Gus Dur, atau hari lahir Abdurrahman Wahid, adalah momen penting dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Dalam perayaan ini, kita tidak hanya merayakan kelahiran seorang tokoh, tetapi juga mengenang perjuangan dan kontribusi yang ia berikan bagi bangsa. Salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam memperkenalkan dan melestarikan warisan Gus Dur adalah Bondan Kanumoyoso, seorang sejarawan ternama dan kurator Museum Islam Indonesia Hasyim Asyari (MINHA). Artikel ini akan membahas peran Bondan Kanumoyoso dalam konteks harlah Gus Dur serta bagaimana ia menjadi penghubung antara sejarah dan nilai-nilai humanisme yang diperjuangkan oleh Gus Dur.
Bondan Kanumoyoso: Penghubung Antara Sejarah dan Nilai-Nilai Gus Dur
Bondan Kanumoyoso, yang saat ini menjabat sebagai Dean Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan kurator MINHA, memiliki latar belakang yang sangat dekat dengan Gus Dur. Ia diangkat sebagai murid langsung dari Gus Dur sejak usia muda, bahkan sejak tahun 1991. Ayahnya, Bondan Gunawan, adalah pendiri Forum Demokrasi (Fordem) bersama Gus Dur, dan kemudian dipilih sebagai Mensesneg di masa pemerintahan Gus Dur.
Dari keterlibatan ini, Bondan Kanumoyoso tidak hanya mendapatkan kesempatan untuk berziarah dan berdiskusi langsung dengan Gus Dur, tetapi juga memperoleh wawasan mendalam tentang pemikiran dan nilai-nilai yang dianut oleh tokoh besar ini. Lewat bimbingan Gus Dur, ia menyelesaikan studi S1 di FIB UI dengan topik skripsi “Kepemimpinan di Dalam Nahdlatul Ulama pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965”. Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di Leiden, Belanda, serta menjadi Sekjen DPP Gerakan Pembumian Pancasila di Indonesia.
Peran Bondan Kanumoyoso dalam memperkenalkan dan melestarikan warisan Gus Dur terlihat jelas melalui kiprahnya sebagai kurator MINHA. Museum ini dibuka kembali pada 10 November 2021, tepat di hari Pahlawan, dan menjadi simbol semangat para pendiri NU untuk melindungi bangsa. Dengan membuka kembali museum ini, Bondan Kanumoyoso ingin memastikan bahwa spirit Gus Dur dan para pendiri NU tetap hidup dalam jiwa generasi muda Indonesia.
Gus Dur: Tokoh Humanis yang Berani Menentang Arus
Gus Dur adalah tokoh yang tidak bisa disamakan dengan siapa pun. Ia bukan hanya seorang tokoh agama, tetapi juga seorang politisi yang memiliki visi humanis yang luar biasa. Karakteristiknya yang penuh paradoks membuatnya unik: ia seorang ulama yang memahami seni, seorang pemimpin yang menyampaikan humor, dan seorang tokoh yang menolak interpretasi tunggal terhadap agama.
Humanisme Gus Dur tidak hanya sekadar teori, tetapi tumbuh dari pengalaman nyata. Ia percaya bahwa manusia harus saling menghargai, terlepas dari perbedaan latar belakang. Hal ini terlihat dari sikapnya yang pro-terhadap minoritas, seperti komunitas Tionghoa, Kristen, dan Ahmadiyah. Contohnya, saat menjadi presiden, ia mencabut Instruksi Presiden No. 14/1967 yang membatasi praktik budaya Tionghoa. Keputusan ini bukan hanya sekadar politik, tetapi juga sebuah pernyataan moral bahwa negara tidak boleh mengabaikan hak-hak rakyatnya.
Pemikiran Gus Dur tentang demokrasi juga sangat relevan hingga saat ini. Baginya, demokrasi bukan hanya tentang suara mayoritas, tetapi juga tentang penghargaan terhadap suara minoritas. Ia percaya bahwa dialog dan pertemuan antar komunitas adalah kunci dari keberhasilan demokrasi. Hal ini terlihat dari cara ia lebih nyaman berbicara dengan seniman, aktivis, atau komunitas kecil daripada dengan elit politik yang sibuk bermain politik.
Bondan Kanumoyoso: Waris dan Penerus Semangat Gus Dur
Bondan Kanumoyoso tidak hanya seorang sejarawan, tetapi juga penerus semangat Gus Dur. Ia telah mengabdikan hidupnya untuk menjaga nilai-nilai humanis yang diajarkan oleh Gus Dur. Dalam berbagai acara dan diskusi, ia sering menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan pluralisme, toleransi, dan keadilan sosial.
Salah satu contoh paling jelas dari peran Bondan Kanumoyoso adalah kiprahnya dalam memperkenalkan MINHA sebagai pusat edukasi dan penelitian tentang sejarah Islam di Indonesia. Museum ini tidak hanya menyimpan artefak sejarah, tetapi juga menjadi tempat untuk memahami bagaimana Islam berkembang di Indonesia, yang penuh dengan keragaman dan interaksi budaya.
Melalui MINHA, Bondan Kanumoyoso ingin menunjukkan bahwa sejarah tidak hanya tentang peristiwa masa lalu, tetapi juga tentang pembelajaran dan refleksi untuk masa depan. Ia percaya bahwa dengan memahami sejarah, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik dan lebih inklusif.
Relevansi Gus Dur dalam Era Modern
Meskipun sudah lama meninggalkan dunia ini, pesan-pesan Gus Dur masih relevan hingga saat ini. Di tengah tantangan modern seperti polarisasi, ketidakadilan, dan kekerasan, nilai-nilai humanis yang diajarkan oleh Gus Dur menjadi semakin penting. Ia mengajarkan bahwa politik tanpa keadilan hanyalah permainan kekuasaan, dan bahwa agama tanpa cinta sesama manusia hanyalah ritual kosong.
Bondan Kanumoyoso, dengan posisinya sebagai sejarawan dan kurator, berupaya keras untuk memastikan bahwa pesan-pesan ini tidak hilang. Ia terus mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah kebangsaan dan nilai-nilai yang dipegang oleh tokoh-tokoh seperti Gus Dur.
Kesimpulan
Bondan Kanumoyoso adalah salah satu tokoh yang berperan penting dalam memperkenalkan dan melestarikan warisan Gus Dur. Melalui kiprahnya sebagai sejarawan, kurator, dan aktivis, ia telah berkontribusi dalam menjaga nilai-nilai humanis yang diajarkan oleh Gus Dur. Dengan mengenang harlah Gus Dur, kita tidak hanya merayakan kelahirannya, tetapi juga mengingatkan diri bahwa semangat dan nilai-nilai yang ia perjuangkan masih relevan hingga saat ini.
Jika Anda ingin memahami lebih dalam tentang sejarah kebangsaan Indonesia dan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh seperti Gus Dur, kunjungi MINHA dan ikuti berbagai program edukasi yang diselenggarakan. Dengan begitu, kita dapat bersama-sama menjaga semangat Gus Dur dan membangun masa depan yang lebih baik untuk seluruh rakyat Indonesia.
