Warga Desa Laroue di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, tengah bersiap untuk menggelar unjuk rasa di DPRD awal Januari 2025. Gerakan ini adalah bentuk penolakan mereka terhadap operasional tambang batu gamping yang dijalankan oleh PT Denmar Kaya Mandiri (DJM). Protes keras ini muncul akibat kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan.
Kronologi Lengkap
Pada awal 2024, warga Desa Laroue mulai menyampaikan keluhan terkait dampak lingkungan dari kegiatan tambang yang beroperasi di sekitar wilayah mereka. Mereka khawatir bahwa aktivitas pertambangan akan merusak ekosistem dan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan vital bagi kehidupan masyarakat setempat.
Menurut Abdul Samad, perwakilan masyarakat, keberadaan tambang berpotensi merusak lahan, mengganggu kualitas air, serta mencemari udara. “Kami akan melakukan RDP Januari 2025 dengan agenda menolak kehadiran tambang,” katanya. Ia menekankan bahwa kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, melainkan berasal dari pengalaman masyarakat yang telah melihat dampak buruk dari pertambangan di daerah lain.
Di sisi lain, PT DJM memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulawesi Tengah pada 28 Agustus 2024. Perusahaan ini juga telah mendapatkan rekomendasi dokumen UKL/UPL dari Dinas Lingkungan Hidup.
Mengapa Menjadi Viral?
Protes warga Desa Laroue menjadi viral karena menyoroti konflik antara kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Isu ini memicu diskusi luas di media sosial, khususnya di kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat lokal. Video unjuk rasa, kutipan pernyataan warga, serta laporan investigasi tentang dampak lingkungan dari pertambangan semakin memperkuat narasi kekhawatiran masyarakat.
Selain itu, kehadiran perusahaan tambang di daerah yang kaya sumber daya alam seperti Morowali sering kali dianggap sebagai ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini membuat isu ini menjadi topik hangat di kalangan netizen dan aktivis lingkungan.
Respons & Dampak
Respons dari pihak berwenang dan masyarakat sangat beragam. Di satu sisi, pemerintah setempat melalui Kepala Desa Laroue, Samirudin, menyatakan dukungan terhadap kehadiran tambang. Menurutnya, investasi ini dapat memberikan dampak ekonomi positif, termasuk penyerapan tenaga kerja lokal dan pembangunan infrastruktur.
Namun, sebagian besar warga tetap menolak kehadiran tambang. Mereka menganggap bahwa upaya pembangunan ekonomi tidak sebanding dengan risiko kerusakan lingkungan yang bisa terjadi. Petisi yang telah diteken oleh warga desa menunjukkan tingkat penolakan yang kuat.
Dampak sosial dan psikologis juga menjadi perhatian. Warga khawatir akan hilangnya akses terhadap sumber air bersih, penurunan kualitas udara, serta gangguan terhadap kehidupan sehari-hari akibat aktivitas tambang.
Fakta Tambahan / Klarifikasi
Meski PT DJM telah mendapatkan izin resmi, beberapa masyarakat masih meragukan proses perizinan tersebut. Mereka mempertanyakan apakah seluruh aspek lingkungan telah dipertimbangkan secara menyeluruh sebelum izin diberikan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa proyek tambang ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlanjutan hidup masyarakat setempat.
Beberapa lembaga lingkungan juga telah mengeluarkan pernyataan terkait isu ini. Mereka menilai bahwa kebijakan pertambangan harus lebih transparan dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Penutup — Kesimpulan & Perkembangan Selanjutnya
Protes warga Desa Laroue terhadap kerusakan lingkungan akibat tambang menunjukkan pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Masyarakat mengharapkan solusi yang adil dan berkelanjutan. Apa yang ditunggu publik berikutnya adalah kejelasan dari pihak berwenang dan komitmen perusahaan tambang dalam menjaga kelestarian lingkungan.
