Dirut Perumda Bekasi tertidur saat rapat DPRD

Dirut Perumda Bekasi Tertidur Saat Rapat DPRD, Pengamat Desak Sanksi

Pada sebuah rapat penting di DPRD Kota Bekasi, terjadi insiden yang memicu kekecewaan publik. Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Patriot, Ali Imam Faryadi, tertidur saat rapat ekspose Raperda Penyertaan Modal senilai Rp90 miliar. Insiden ini tidak hanya menimbulkan kritik terhadap etika pejabat publik, tetapi juga memicu pertanyaan serius mengenai fungsi pengawasan DPRD dan standar profesionalisme dalam pemerintahan..

Bacaan Lainnya

Insiden tersebut seharusnya menjadi titik evaluasi kinerja dan integritas pucuk pimpinan BUMD yang sedang mengajukan kucuran modal besar dari kas daerah. Namun, alih-alih respons tegas untuk menjaga marwah institusi, yang muncul justru pembelaan agresif dari anggota DPRD Kota Bekasi, khususnya Misbah, Sekretaris Pansus 8 yang memimpin rapat.

Misbah menyebut kritik publik sebagai “narasi sesat” dan “fitnah keji”, pernyataan yang justru memantik gelombang kekecewaan baru di ruang publik. Menurut Ketua Forum Intelektual Muda Indonesia (Forkim), Mulyadi, sikap DPRD justru memperburuk keadaan. Ia menilai tindakan tertidur dalam rapat strategis terkait penggunaan uang rakyat bukan sekadar persoalan etika personal, tetapi indikator lemahnya kesadaran atas tanggung jawab publik.

“Ini alarm keras bagi DPRD—bukan bahan untuk digelar operasi penyelamatan reputasi,” kata Mulyadi, Selasa (25/11/2025). Ia menyebut tindakan Misbah membela Dirut Tirta Patriot sebagai langkah yang “menjungkirbalikkan logika kelembagaan.” “Rapat bukan panggung melindungi perasaan pejabat. Rapat adalah ruang publik yang menuntut kesiapsiagaan dan keseriusan. Menyebut kritik sebagai fitnah adalah cara berkelit yang miskin argumen,” tambah dia.

Pengawasan DPRD Dipertanyakan

Mulyadi mengkritik keras sikap DPRD yang dinilai terlalu reaktif membungkam kritik ketimbang mengevaluasi kelalaian tersebut. “Pertanyaan masyarakat sederhana: di mana standar profesionalisme pejabat? Dan di mana fungsi kontrol DPRD?” ujarnya. Ia menegaskan, DPRD semestinya berdiri di sisi publik sebagai pengawas anggaran, bukan justru tampil sebagai pelindung pejabat BUMD.

“Ketika Dirut tertidur dalam rapat penting, yang perlu dicari adalah penyebab runtuhnya profesionalisme. Mengapa DPRD tergesa-gesa menghaluskan kelalaian itu?” ucap Mulyadi. Ia menambahkan, ketika DPRD lebih sibuk memoles citra pejabat daripada mengawasi penggunaan anggaran publik, maka mandat pengawasan berubah menjadi pengawalan kepentingan.

“Jika demikian, DPRD telah keliru memahami posisinya. Mereka harus kembali pada tugas utamanya: mengawasi, bukan mengawal kepentingan pihak tertentu,” katanya.

Ada Apa di Balik Pembelaan Agresif?

Forkim menilai sikap DPRD yang meremehkan insiden ini memunculkan kecurigaan baru. “Mengapa pembelaan begitu agresif? Apakah ini kebetulan terjadi pada pejabat yang sedang mengajukan penyertaan modal Rp90 miliar? Atau ada kepentingan politis yang dijaga rapi?” ungkap Mulyadi. Ia menegaskan, proses pembahasan Raperda Penyertaan Modal tahun ini sendiri patut dipertanyakan kualitasnya.

“Proses yang tidak menunjukkan keseriusan dan standar kinerja membuat Raperda ini berpotensi gagal memberi kepastian hukum. Jika forum resmi saja diperlakukan main-main, bagaimana publik bisa percaya?” tegas Mulyadi.

Hingga tulisan ini diturunkan, baik DPRD maupun Perumda Tirta Patriot belum memberikan klarifikasi rinci mengenai alasan dan kronologi insiden tertidur tersebut serta urgensi penyertaan modal Rp90 miliar yang tengah dibahas.

Insiden tidur di rapat bukan lagi soal gengsi individual. Ini adalah soal integritas, moralitas jabatan publik, dan kelayakan DPRD sebagai pengawas uang rakyat.

“Di tengah krisis kepercayaan publik, pertaruhan sebenarnya bukan pada siapa yang tertidur, tetapi siapa yang sedang terbangun kembali kesadarannya bahwa amanah rakyat tidak boleh dipermainkan,” tandasnya.




Pos terkait