Peningkatan Pencarian Tren Kecerdasan Buatan (AI) di Amerika Serikat: Analisis Terkini

Peningkatan pencarian tren kecerdasan buatan (AI) di Amerika Serikat (AS) mencerminkan gelombang perubahan teknologi yang sedang terjadi. Seiring dengan munculnya AI China seperti DeepSeek, para pemain AI AS mulai merasa terancam, sehingga memicu respons dari pemerintah dan sektor swasta.

Perusahaan teknologi besar seperti Nvidia mengalami penurunan kapitalisasi pasar setelah DeepSeek muncul sebagai ancaman baru. Menurut data dari CNBC Indonesia Research, DeepSeek telah memiliki 5-6 juta pengguna global pada Januari 2025, dengan jumlah pencarian Google harian mencapai 7 juta. Hal ini menunjukkan popularitas yang meningkat pesat, bahkan menduduki puncak tangga unduhan aplikasi di Apple Store.

CEO Facebook Mark Zuckerberg menyebut bahwa kompetisi AI antara AS dan China adalah kompetisi geopolitik yang sangat serius. Ia menilai DeepSeek sebagai model AI yang sangat maju dan menyoroti pentingnya memastikan model Amerika tetap unggul. Google juga memberi peringatan bahwa AS harus segera mengambil tindakan untuk menjaga keunggulan dalam AI.

Di tengah situasi ini, Senat AS berdiskusi tentang risiko ketertinggalan dalam AI. Senator Chuck Schumer menegaskan bahwa jika AS tertinggal dari China dalam AI, maka akan tertinggal di berbagai bidang, baik ekonomi, militer, maupun pendidikan. Ia menekankan bahwa AGI (Artificial General Intelligence) adalah tujuan akhir yang harus dijaga dari ancaman China.

Keprihatinan ini tidak hanya datang dari kalangan politik dan bisnis, tetapi juga dari investor. OpenAI dan perusahaan lainnya mengkhawatirkan kemungkinan adanya penyulingan model AI oleh perusahaan China. Mereka meminta bantuan pemerintah untuk memperkuat regulasi dan keamanan siber.

Penggunaan AI di Indonesia juga mulai berkembang, meskipun masih dalam tahap awal. Menurut laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika, nilai pasar AI di Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 miliar dolar AS pada tahun 2025. Namun, tantangan infrastruktur dan biaya tetap menjadi hambatan utama. Teknologi DeepSeek yang diklaim lebih hemat daya bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada chip mahal seperti Nvidia.









Sejumlah ahli dan praktisi teknologi di Indonesia menyambut positif potensi DeepSeek. Dr. Aswin Rivai, dosen FEB UPN Veteran, menilai bahwa teknologi ini bisa menjadi game changer dalam transformasi digital. Ia menyarankan pemerintah untuk meningkatkan investasi dalam infrastruktur AI yang lebih murah dan memperkuat regulasi serta SDM di bidang AI.

Meski ada optimisme, banyak yang khawatir tentang implikasi kebijakan. Jika DeepSeek benar-benar efektif, pemerintah perlu mempertimbangkan diversifikasi sumber teknologi untuk mengurangi ketergantungan pada perusahaan asing. Selain itu, regulasi dan standarisasi AI juga perlu diperkuat agar penggunaan teknologi ini tetap aman dan etis.

Dalam skenario terburuk, penurunan dominasi AI AS bisa memengaruhi stabilitas ekonomi dan keamanan nasional. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi sangat penting untuk memastikan bahwa Indonesia tetap siap menghadapi tantangan AI di masa depan.








Pos terkait