Kadin: Gas Jadi Pendorong Hilirisasi Industri Strategis

BB1j0ZbU

Ketersediaan Gas Bumi Menjadi Faktor Utama Pembangunan Nasional

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa ketersediaan energi, terutama gas bumi, akan menjadi faktor penentu keberlanjutan pembangunan nasional dalam beberapa dekade ke depan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, yang menekankan bahwa isu gas tidak lagi bersifat teknis, melainkan berkaitan langsung dengan agenda strategis negara, mulai dari ketahanan pangan hingga hilirisasi industri.

“Tidak mungkin ada ketahanan pangan tanpa pupuk, dan tidak mungkin ada pupuk tanpa gas,” ujar Aryo dalam Energy Insights Forum bertajuk Gas Outlook 2026: Powering Energy Resilience with Strong Governance, Kamis (4/12/2025).

Gas sebagai Penentu Hilirisasi Industri

Aryo menjelaskan bahwa gas akan menjadi sekitar seperempat bauran energi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) selama 10 hingga 15 tahun ke depan. Porsi tersebut dinilai krusial untuk menopang hilirisasi industri strategis yang tengah didorong pemerintah.

“Oleh karena itu, ketersediaan gas akan menentukan keberlanjutan sejumlah prioritas pembangunan,” ujarnya.

Pandangan serupa disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno yang menilai ketahanan energi dan ketahanan pangan merupakan dua prioritas utama pemerintah saat ini. Menurut Eddy, keduanya memiliki benang merah yang sama dan titik krusialnya adalah gas.

Ia menambahkan, target pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi, industrialisasi, serta stabilitas produksi pupuk dan energi hanya bisa dicapai jika pasokan gas terjamin dan infrastrukturnya memadai.

Tantangan Pasokan dari Hulu

Pertamina Hulu Energi (PHE) memaparkan kondisi pasokan gas dari sisi hulu. Direktur Perencanaan Strategis, Portofolio, dan Komersial PHE Edy Karyanto menyebut perusahaan telah memetakan kebutuhan 136 konsumen perjanjian jual beli gas (PJBG), termasuk proyeksi dari lapangan baru.

“Demand kita 2.600 MMSCFD, sementara kapasitas lifting hanya 2.000. Tahun ini shorted, 2026 shorted, bahkan sampai 2034,” kata Edy.

Ia menambahkan, meski secara nasional terlihat potensi oversupply dari proyek-proyek baru, alokasi ekspor dan keterbatasan infrastruktur membuat pasokan domestik tetap ketat.

“Ada hal-hal yang harus dikolaborasikan, dari kebijakan sampai kesiapan infra,” ujarnya.

Peluang dan Tantangan Global

Partner EY-Parthenon EY Indonesia, Eric Listyosuputro, memaparkan tren global memberi peluang sekaligus tantangan. Ia menjelaskan suplai gas global diperkirakan tumbuh 7 persen per tahun, terutama dari Amerika Serikat, Kanada, dan Qatar. Sementara permintaan tumbuh sekitar 2 persen per tahun, dengan Asia sebagai kawasan dengan pertumbuhan tertinggi.

“Gas ini bukan hanya transisi tetapi transisi jangka panjang,” kata Eric. Ia merujuk pada kemampuan gas menurunkan emisi industri berat hingga 40 sampai 60 persen dibandingkan batu bara.

Tantangan Hilir: Infrastruktur dan Harga LNG

Direktur Manajemen Risiko Perusahaan Gas Negara (PGN) Eri Surya Kelana menyoroti tantangan di sisi hilir. Ia menyebut infrastruktur gas tidak hanya mahal, tetapi juga berumur panjang hingga puluhan tahun. Hal tersebut membuat perubahan model bisnis di tengah jalan berpotensi menimbulkan indikasi impairment dan risiko hukum bagi BUMN.

PGN juga menghadapi harga liquefied natural gas (LNG) yang tinggi untuk pelanggan domestik. Salah satu opsi yang tengah dikembangkan adalah skema blended energy untuk membuat harga gas lebih terjangkau, terutama karena porsi LNG diperkirakan mendekati 20 persen dari portofolio pasokan PGN tahun depan.

Regulasi dan Kepastian Investasi

Dari sisi regulator, Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Ufo Budiarius Anwar menyampaikan bahwa kebutuhan gas domestik akan terus meningkat. Namun ruang manuver industri hulu dinilai tidak sederhana. Ia juga mengingatkan bahwa LNG bukan pilihan murah dan gas seharusnya dimaksimalkan untuk industri yang memiliki multiplier effect.

Ia menekankan perlunya kepastian bagi investor, baik dari sisi regulasi maupun insentif, agar proyek besar seperti Masela serta lapangan ENI dapat berjalan tanpa hambatan dan menopang target produksi nasional.

Tata Kelola dan Risiko Fraud

Aspek tata kelola juga menjadi sorotan. Partner Forensic & Integrity Services EY Indonesia, Stevanus Alexander Sianturi, memaparkan risiko fraud dan tantangan kepatuhan dalam sektor gas. Menurutnya, nilai transaksi besar, kompleksitas rantai pasok, dan ketergantungan pada pihak ketiga membuat sektor ini memiliki eksposur risiko integritas yang tinggi.

Aryo menambahkan bahwa stagnasi justru merupakan risiko paling besar. “Kerap kali, harga yang harus dibayar karena kita tak melakukan apa-apa justru lebih mahal,” ujarnya.

Ajakan Kolaborasi

Kadin mengajak seluruh pelaku usaha di sektor energi untuk berkolaborasi membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja.

“Tugas kita memastikan energi tersedia, industri jalan, dan negara maju. Itu bagian dari tanggung jawab kita,” kata Aryo.

Pos terkait