Syarat dan Prosedur Mengubah Girik Menjadi Surat Hak Milik (SHM)

Di tengah upaya pemerintah dalam meningkatkan kepastian hukum atas tanah, banyak pemilik girik mulai mencari tahu bagaimana cara mengubah dokumen lama tersebut menjadi Surat Hak Milik (SHM). Proses ini penting untuk memastikan hak kepemilikan tanah yang jelas dan terdaftar secara resmi. Berikut adalah syarat dan prosedur lengkapnya.

Kronologi Lengkap

Bacaan Lainnya

Girik merupakan dokumen lama yang digunakan sebagai bukti penguasaan tanah di masa lalu. Dokumen ini biasanya mencatat pembayaran pajak tanah seperti Iuran Pembayaran Hasil Bumi (IPHB) yang dikeluarkan oleh kepala desa atau lurah. Namun, girik tidak memberikan hak kepemilikan penuh atas tanah. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, girik akan otomatis kehilangan statusnya sebagai alat bukti kepemilikan setelah semua tanah di wilayah tertentu telah terpetakan dan diterbitkan sertifikatnya.

Proses perubahan dari girik menjadi SHM dimulai dengan pengajuan ke Kantor Pertanahan setempat. Pemohon harus membawa berbagai dokumen pendukung seperti surat keterangan dari pihak yang berwenang dan bukti kepemilikan tanah sebelumnya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan bahwa tanah yang diajukan sesuai dengan data yang ada.

Mengapa Menjadi Viral?

Perubahan status girik menjadi SHM menjadi topik hangat karena banyak masyarakat masih menggunakan dokumen lama ini sebagai dasar kepemilikan tanah. Dengan adanya kebijakan baru, banyak orang khawatir akan kehilangan hak mereka jika tidak segera melakukan perubahan. Selain itu, isu penipuan dan pemalsuan girik juga membuat masyarakat semakin waspada.

Selain itu, banyak kasus konflik tanah yang berakar dari penggunaan girik. Banyak pemilik girik menemui kendala dalam mengajukan sertifikat karena kurangnya pemahaman tentang prosedur dan persyaratan yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan beberapa orang memilih untuk tetap menggunakan girik sebagai bukti kepemilikan tanah.

Respons & Dampak

Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mengeluarkan kebijakan yang jelas mengenai penghapusan girik. Mereka menegaskan bahwa girik tidak lagi diakui secara hukum mulai tahun 2026. Namun, bagi pemilik girik yang belum mengajukan sertifikat, pemerintah mendorong untuk segera mengurus sertifikat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Dampak dari kebijakan ini adalah meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya memiliki sertifikat tanah. Selain itu, hal ini juga membantu mengurangi konflik tanah yang sering terjadi akibat ketidakjelasan status kepemilikan. Meski begitu, masih banyak masyarakat yang merasa bingung dengan proses dan persyaratan yang harus dipenuhi.

Fakta Tambahan / Klarifikasi

Menurut Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Asnaedi, banyak konflik tanah di masyarakat yang berakar dari penggunaan girik. “Banyak kasus girik yang dipalsukan atau dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk mafia tanah,” katanya. Oleh karena itu, pemerintah mengimbau masyarakat untuk segera mengajukan sertifikat tanah agar dapat mendapatkan kepastian hukum yang lebih baik.

Selain itu, pemerintah juga menjelaskan bahwa jika sertifikat tanah telah diterbitkan lebih dari lima tahun, penyelesaian sengketa hanya dapat dilakukan melalui pengadilan. Ini sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 18 Tahun 2021, yang mengatur bahwa produk hukum hanya dapat digantikan melalui keputusan pengadilan.

Kesimpulan & Perkembangan Selanjutnya

Proses mengubah girik menjadi SHM sangat penting untuk memastikan hak kepemilikan tanah yang jelas dan terdaftar secara resmi. Dengan adanya kebijakan baru, masyarakat diharapkan lebih sadar akan pentingnya memiliki sertifikat tanah. Pemerintah juga terus mempercepat proses sertifikasi tanah melalui program PTSL agar semua tanah memiliki status hukum yang jelas.

Pos terkait