Karyawan diwajibkan mengambil cuti sehari penuh setelah terlambat log-in, kebijakan ini menimbulkan kontroversi di kalangan pekerja dan pengamat.
Pada akhir-akhir ini, sebuah kebijakan kerja jarak jauh (WFH) yang viral di media sosial membuat karyawan di suatu perusahaan harus mengambil cuti sehari penuh jika terlambat log-in. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama para pekerja yang merasa tidak adil.
Kebijakan tersebut dilaporkan diterapkan oleh sebuah perusahaan swasta besar di Jakarta. Menurut sumber internal, karyawan yang terlambat log-in selama 15 menit atau lebih akan diberikan sanksi berupa cuti sehari penuh tanpa gaji. Ini menjadi pertanyaan besar bagi banyak orang, apakah kebijakan ini sesuai dengan aturan hukum ketenagakerjaan?
Menurut UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, perusahaan wajib memberikan hak cuti tahunan minimal 12 hari kerja kepada karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. Namun, kebijakan ini tidak menjelaskan apakah cuti sehari penuh setelah terlambat log-in termasuk dalam kategori cuti yang diatur oleh undang-undang tersebut.
Sementara itu, beberapa ahli hukum ketenagakerjaan menyatakan bahwa kebijakan ini bisa saja melanggar aturan. “Jika karyawan diberi sanksi berupa cuti tanpa gaji karena terlambat log-in, maka hal ini bisa dianggap sebagai tindakan diskriminatif,” ujar salah satu ahli hukum ketenagakerjaan.
Namun, pihak perusahaan membantah bahwa kebijakan ini merupakan sanksi, melainkan bagian dari upaya untuk meningkatkan disiplin dan produktivitas. “Kami hanya ingin memastikan bahwa semua karyawan hadir tepat waktu dan siap bekerja,” kata perwakilan perusahaan.
Meskipun demikian, banyak karyawan merasa tidak nyaman dengan kebijakan ini. “Saya merasa tidak adil. Saya sudah bekerja keras, tapi malah diberi sanksi karena terlambat log-in,” keluh seorang karyawan.
Kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sistem absensi digital. Dalam era digital, banyak perusahaan menggunakan teknologi untuk memantau kehadiran karyawan. Namun, jika sistem ini tidak dapat digunakan dengan baik, maka kebijakan seperti ini bisa menjadi masalah.
Selain itu, kebijakan ini juga menunjukkan pentingnya komunikasi antara manajemen dan karyawan. Jika karyawan merasa tidak puas dengan kebijakan, maka mereka bisa mengajukan keluhan melalui saluran resmi perusahaan. “Perusahaan harus bersedia mendengarkan keluhan karyawan dan mencari solusi yang lebih baik,” tambah ahli hukum tersebut.
Dari segi ekonomi, kebijakan ini juga bisa berdampak pada produktivitas perusahaan. Jika karyawan merasa tidak nyaman, maka kinerja mereka bisa menurun. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan kesejahteraan karyawan dalam mengambil keputusan.
Di tengah isu ini, banyak pihak menyarankan agar perusahaan lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan. “Karyawan adalah aset terpenting perusahaan. Mereka harus diperlakukan dengan baik dan dihargai,” ujar seorang praktisi HR.
Dengan demikian, kebijakan WFH yang viral ini menjadi topik hangat di kalangan masyarakat. Meski ada pro dan kontra, penting bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang seimbang dan adil bagi semua karyawan.
