Akses Darat Terputus Total: Bantuan Logistik Hanya Bisa Lewat Jalur Udara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) dalam sepekan terakhir mengakibatkan gangguan pada berbagai layanan transportasi. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyampaikan langkah-langkah penanganan darurat untuk menjaga keselamatan pengguna transportasi serta memastikan layanan esensial tetap beroperasi di wilayah terdampak.

Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyampaikan, seluruh jajarannya berada dalam kondisi siaga untuk merespons dampak bencana yang turut memengaruhi jaringan jalan, terminal, pelabuhan, hingga layanan kereta api.

“Sekali lagi atas nama Kementerian Perhubungan, saya menyampaikan duka cita yang mendalam kepada seluruh korban dan keluarga yang terdampak, dan kami memastikan seluruh lini transportasi bergerak cepat membantu penanganan bencana ini,” ujar Dudy di Jakarta, Sabtu (29/11/2025).

Menurut Dudy, unit-unit teknis Kemenhub di tiga provinsi terdampak telah meningkatkan pemantauan berkala dan melaporkan kondisi terbaru ke kantor pusat. Laporan sementara menunjukkan adanya kerusakan pada beberapa ruas jalan nasional, penurunan layanan terminal dan pelabuhan, serta lebih dari seratus pegawai beserta keluarga yang ikut terdampak banjir.

“Meski sebagian akses jalan dan jaringan listrik maupun komunikasi masih terganggu, Kemenhub menegaskan bahwa pelayanan transportasi esensial tetap diupayakan berjalan dengan penyesuaian operasional di masing-masing daerah,” lanjutnya.

Untuk menjaga kesinambungan layanan dan melindungi pegawai yang rumahnya terdampak, sejumlah satuan kerja menerapkan pola Work From Anywhere (WFA) melalui layanan dan pelaporan daring. Sementara itu, kantor-kantor Satuan Pelayanan fokus pada pemantauan lintas dan pengaturan lalu lintas di titik rawan agar pergerakan kendaraan evakuasi dan logistik tetap berlangsung.

Tim bantuan dari Poltekbang Medan, Poltekpel Malahayati, dan Poltekpel Sumbar juga telah digerakkan untuk menghimpun bantuan serta mengirim personel terlatih yang bergabung dengan BPBD, Basarnas, dan BNPB di lapangan.

“Personel perbantuan ini diturunkan untuk memperkuat operasi evakuasi dan pengamanan simpul transportasi, serta untuk membantu pengelolaan arus pengungsi dan penataan area padat warga di terminal, pelabuhan penyeberangan, dan titik kumpul lainnya,” sambung dia.

Dalam situasi darurat seperti ini, akses darat menjadi sangat kritis. Banyak jalur utama yang terendam banjir atau rusak parah akibat longsoran tanah, sehingga membuat perjalanan darat tidak mungkin dilakukan. Akibatnya, bantuan logistik hanya bisa disalurkan melalui jalur udara, yang merupakan satu-satunya opsi yang tersedia.

Pengiriman bantuan melalui udara membutuhkan koordinasi yang ketat antara pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Perhubungan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan lembaga bantuan internasional. Pesawat milik TNI AU, pesawat kargo swasta, serta pesawat dari negara-negara sahabat sering kali dikerahkan untuk membawa kebutuhan pokok, alat medis, serta peralatan evakuasi ke lokasi-lokasi yang sulit dijangkau.

Selain itu, sistem logistik darurat bencana yang sudah dirancang oleh ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) juga mulai berperan penting. Sistem ini bertujuan untuk memastikan kecepatan dan efisiensi distribusi bantuan kemanusiaan, terutama saat akses darat terputus.

Sistem Logistik Darurat Bencana ASEAN, yang diluncurkan dengan bantuan pemerintah Jepang, telah membuktikan kehandalannya dalam beberapa insiden bencana sebelumnya. Contohnya, saat topan Bopha/Pablo melanda Filipina, AHA Centre langsung mengirimkan bantuan logistik melalui jalur udara, termasuk selimut, tikar, dan makanan untuk anak-anak.

Dalam konteks Indonesia, kebijakan tersebut bisa menjadi model yang bisa diterapkan untuk meningkatkan efektivitas bantuan logistik saat akses darat terputus. Namun, hal ini juga memerlukan infrastruktur pendukung, seperti bandara yang memadai dan fasilitas penyimpanan barang di lokasi-lokasi kritis.

Kementerian Perhubungan juga telah menyiapkan rencana darurat yang mencakup penggunaan jalur udara sebagai alternatif utama saat bencana terjadi. Hal ini mencakup koordinasi dengan maskapai penerbangan, pengaturan rute penerbangan, serta pengadaan pesawat khusus untuk keperluan bantuan logistik.

Namun, meskipun jalur udara menjadi solusi utama, tantangan tetap ada. Misalnya, cuaca buruk, keterbatasan kapasitas pesawat, dan biaya operasional yang tinggi bisa menghambat kecepatan pengiriman bantuan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, baik lokal maupun internasional, untuk memastikan bahwa semua kebutuhan logistik bisa terpenuhi secara optimal.

Di tengah situasi yang memprihatinkan ini, masyarakat di daerah terdampak tetap bersabar dan berharap bantuan akan segera sampai. Para relawan dan petugas penanggulangan bencana bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap paket bantuan bisa sampai tepat waktu, meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.

Pemulihan pasca-bencana membutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga bantuan. Dengan akses darat yang terputus, jalur udara menjadi harapan terakhir bagi ribuan korban banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar.

Pos terkait