Di tengah kota Bandung yang dikenal sebagai pusat pariwisata dan pendidikan, sebuah insiden pungutan liar (pungli) oleh oknum polisi kembali memicu kemarahan publik. Video yang menunjukkan aksi tersebut viral di media sosial, mengungkap tindakan tidak profesional dari seorang anggota kepolisian yang diduga melakukan pungli terhadap seorang pengendara motor. Insiden ini menjadi bukti kuat yang langsung ditindaklanjuti oleh Divisi Propam Polri.
Peristiwa ini terjadi pada Rabu (26/11/2025) sekitar pukul 07.00 WIB di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung. Seorang mahasiswi asal Cimahi yang sedang terburu-buru menuju kampus untuk mengikuti ujian tengah semester (UTS) diberhentikan oleh seorang oknum polisi. Dalam video yang beredar, korban mengaku diberhentikan bersama satu pengendara lainnya dan diminta mengikuti ke pos polisi. Ia sempat bertanya apakah akan ditilang, tetapi oknum tersebut memilih untuk meminta uang sebesar Rp 250 ribu tanpa memberikan surat tilang atau bukti apa pun.
“Kami hanya menanyakan alasan harus ke pos polisi terlebih dahulu. Tapi dia tetap memaksa. Saya akhirnya transfer Rp 550 ribu ke rekening BRI yang dia sebutkan,” kata korban dalam narasi yang ia bagikan di media sosial.
Uang sebesar Rp 550 ribu itu bukanlah jumlah kecil bagi korban. Uang tersebut merupakan uang jatah makan selama dua pekan. “Aku cuma bingung kalau memang aku salah, ya tilang aja, tahan STNK, kasih surat, biar aku bayar di Samsat,” tambahnya.
Kasatlantas Polrestabes Bandung AKBP Wahyu Pristha Utama mengonfirmasi bahwa peristiwa ini telah dilaporkan ke Divisi Propam. “Pelaku sudah diamankan Propam untuk diambil keterangan lebih lanjut,” ujarnya. Namun, pelaku membantah telah menerima uang tersebut. “Tidak ada transfer apapun baik di priva sesuai dengan ETLE tidak ada yang masuk di sana,” katanya.
Pihak kepolisian masih mencoba menghubungi korban untuk dilakukan konfrontasi. Namun, hingga saat ini, korban belum dapat dihubungi.
Selain kasus pungli oleh oknum polisi, insiden serupa juga terjadi di kawasan Bojong Koneng, Kota Bandung. Rombongan wisatawan asal Jakarta yang hendak menuju kafe Detuik di wilayah tersebut dicegat oleh tiga orang yang diduga ojek pangkalan. Mereka menawarkan jasa pengawalan, meski sopir bus menolak. Namun, bus tetap dikawal hingga ke lokasi kafe.
Setelah tiba di kafe, sopir bus diminta untuk memberikan uang Rp 50 ribu, namun mereka menolak dan mematok biaya sebesar Rp 100 ribu. Akibatnya, sopir bus terpaksa membayar uang tersebut agar bisa melanjutkan perjalanan.
Kapolsek Cibeunying Kidul Kompol Suparman mengatakan, pihaknya telah mengamankan tiga orang berinisial A (39 tahun), T (29 tahun), dan A (27 tahun) pasca-video viral tersebut. “Kami langsung klarifikasi dengan pihak manajemen kafenya, kami tinggal menunggu dari pihak yang dirugikan,” ujar dia.
Perwakilan manajemen kafe Yusuf mengatakan, biasanya ada koordinasi antara kafe dan ojek pangkalan untuk mengawal bus. Namun, dalam kejadian ini, rombongan wisatawan datang tanpa reservasi. Salah seorang ojek pangkalan, Asep, meminta maaf atas kejadian tersebut dan berjanji tidak mengulanginya.
Insiden pungli ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan internal di lembaga penegak hukum. Kepala Divisi Propam Polri harus segera menyelesaikan investigasi terhadap oknum polisi yang diduga melakukan pungli. Selain itu, perlu adanya kebijakan yang lebih ketat dalam pencegahan pungli di area pariwisata dan transportasi umum.
Sebagai langkah preventif, pemerintah daerah dan pengelola destinasi wisata perlu meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi terkait. Penyediaan lahan parkir yang cukup serta pengaturan lalu lintas yang baik dapat mencegah munculnya praktik pungli di kawasan wisata.
Dengan adanya video viral yang menjadi bukti kuat, masyarakat berharap tindakan tegas akan segera diambil oleh pihak berwenang. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian harus dipertahankan dengan menjunjung tinggi prinsip hukum dan etika profesi.
