Dari Kediri ke Al-Azhar: Jejak Ilmu dan Kehidupan Syekh Ihsan Jampes

KH. Ihsan Jampes

Seorang Ulama dari Desa Kecil yang Menembus Batas Dunia

Di sebuah desa kecil di Kediri, Jawa Timur, lahir seorang ulama besar yang kelak dikenal dengan julukan Imam Al-Ghazali Kecil. Meskipun sosoknya sederhana dan pendiam, karyanya melintasi batas negara dan menjadi rujukan hingga lingkungan akademik Al-Azhar, Mesir. Dialah Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Jampesi, ulama asal Pesantren Jampes yang lahir pada 1901 dengan nama kecil Bakri.

Bakri tumbuh dalam tradisi pesantren yang kuat. Ayahnya, Jaihaji Dahlan bin Saleh, adalah pendiri Pesantren Jampes. Ibunya, Nyai Artimah, juga berasal dari keluarga ulama. Namun sosok yang paling mewarnai kepribadiannya adalah sang nenek, Nyai Istianah binti Jaihaji Nusir, perempuan cendekia dari trah ulama besar Tegal Sari. Dari neneknya, Bakri kecil belajar kitab-kitab dasar, sastra, hingga wayang. Dua unsur budaya Jawa itu kelak memperhalus rasa dan spiritualitasnya sebagai ulama.

Mengembara dari Pesantren ke Pesantren

Sejak remaja, Bakri menjalani riyadhah intelektual, berpindah-pindah pesantren untuk memperdalam ilmu. Jejaknya sampai ke beberapa tempat seperti: Jamsaren Solo, Manten Semarang, Bendo Pare, Gondang Ngancar, Pondoh Magelang, dan Termas Pacitan. Ia berguru kepada ulama besar, Kiai Jaihaji Holil Bangkalan.

Dalam seluruh pengembaraan itu, satu hal yang ia jaga tawaduk. Ia tidak pernah menonjolkan diri sebagai putra kiai. Ia hidup seperti santri biasa melayani guru, membantu dapur, dan menolong teman.

Memimpin Pesantren Jampes

Pada 1932, Syekh Ihsan resmi memimpin Pesantren Jampes. Ia melakukan banyak pembenahan: memperluas lahan pesantren, menata ulang sistem pendidikan, mendirikan Madrasah Miftahul Huda (1942) sebagai jalur pendidikan formal, serta membuka ruang konsultasi dan pengobatan tradisional untuk masyarakat.

Hari-harinya dipenuhi mengajar, membaca, menulis, dan melayani umat tanpa kenal waktu. Nama Syekh Ihsan melesat ke panggung dunia melalui karyanya yang monumental, Sirojul Thalibin ‘ala Minhajil ‘Abidin, sebuah syarah mendalam terhadap karya Imam Al-Ghazali. Di dalam kitab itu, ia tidak hanya menjelaskan isi Minhajul ‘Abidin, tetapi juga:

  • mentakhrij hadis
  • menjelaskan i’rab
  • merujuk puluhan kitab klasik lintas disiplin
  • memakai bahasa arab yang fasih dan mudah dipahami

Karena kualitas keilmuannya, kitab ini dipelajari di pesantren-pesantren Indonesia dan kemudian masuk ke lingkungan akademik Al-Azhar, Mesir. Melalui karya tersebut, Syekh Ihsan dipandang mewakili tipologi ulama Nusantara yang kuat tradisi, tajam metodologi, dan matang spiritualitas.

Karya-karya yang Menginspirasi

Selain Sirojul Thalibin, ia menulis banyak kitab lain seperti: Tasrihul Ibarat (ilmu falak), Sirajud Thalibin (tasawuf), Manahijul Imdad, serta risalah fikih praktis seperti Hukum Kopi dan Rokok. Karya-karyanya menunjukkan keluwesan beliau dalam merespons kebutuhan masyarakat.

Mengabdi pada Bangsa

Pada masa revolusi, Pesantren Jampes kerap menjadi tempat singgah para pejuang. Syekh Ihsan mendorong santri-santrinya berkhidmat kepada bangsa, memadukan cinta tanah air dan tugas keagamaan. Ia pernah mendapat undangan kehormatan mengajar di Al-Azhar, namun ia menolak. Keputusannya sederhana: Indonesia adalah ladang pengabdian yang ingin ia jaga.

Murid-muridnya banyak mendirikan pesantren besar di berbagai daerah. Di antaranya: Kiai Soe’em Tangir Tuban, Kiai Haji Zubaidi Mantenan Blitar, Kiai Haji Mustolih Kesugihan Cilacap, Kiai Haji Bushairi Sampang Madura, dan Kiai Hambali Klumbon Cirebon, Kiai Hazin Tegal. Melalui mereka, ajaran Syekh Ihsan terus mengalir dalam halaqah kitab, pengajian pesantren, hingga kurikulum keislaman modern.

Warisan yang Tak Pernah Lekang

Syekh Ihsan wafat pada 25 Zulhijjah 1371 H / 15 September 1952 dalam usia 51 tahun. Ia meninggalkan pesantren yang terus berkembang, ribuan murid, dan karya-karya ilmiah yang tak lekang oleh zaman. Ulama Lokal, Jejak Global.

Dari desa kecil bernama Jampes, nama Syekh Ihsan melintasi batas geografi dan budaya. Ia bukan ulama yang gemar tampil, tetapi karya tulisnya bersuara keras dari ruang ngaji pesantren di Indonesia, hingga ruang akademik Al-Azhar. Warisan Syekh Ihsan Jampes membuktikan bahwa ulama Nusantara memiliki tempat terhormat dalam sejarah keilmuan Islam dunia.




Pos terkait