Peristiwa Kekerasan yang Menewaskan Seorang Perempuan di Batam
Seorang perempuan berusia 25 tahun asal Lampung, Dwi Putri Apriliani Dini, meninggal dunia setelah mengalami penyiksaan berhari-hari di sebuah rumah yang digunakan sebagai mess agensi pemandu karaoke (LC) di Perum Jodoh Permai, Sungai Jodoh, Batu Ampar, Batam. Korban sebelumnya datang ke Batam untuk melamar pekerjaan sebagai pemandu karaoke di perusahaan tersebut.
Menurut penyidik Polsek Batu Ampar, korban berada di lokasi sejak 25 hingga 27 November 2025. Dalam periode itu, ia menerima serangkaian kekerasan dari para tersangka. Temuan medis menunjukkan adanya memar pada kepala, wajah, dada, leher, hingga paha, serta adanya air yang masuk ke paru-paru yang menyebabkan kematian.
Polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini: pemilik agensi Wilson Lukman alias Koko (28), Anik Istikoma alias Mami (36), dan dua koordinator LC, Putri Angelina serta Salmiati.
Rekaman CCTV Mengungkap Pola Penyiksaan Sistematis
Kuasa hukum keluarga korban, Putri Maya Rumanti, melihat langsung rekaman CCTV yang telah diamankan penyidik. Rekaman tersebut memperlihatkan rangkaian kekerasan yang dilakukan sejak Senin hingga Kamis, termasuk pemukulan menggunakan ujung sapu, tendangan, jambakan rambut, hingga dorongan paksa ke dalam kamar.
Korban tampak mengalami pembengkakan parah di wajah dan sudah kesulitan bergerak. Rekaman juga menunjukkan korban dipukul selang, disemprot air ke wajah dan tubuh, serta dibiarkan dalam kondisi lemah di area mesin cuci.
Fase Paling Brutal Terjadi di Hari Terakhir
Adegan paling sadis terlihat pada Kamis, 27 November 2025 sekitar pukul 13.55 WIB. Di fase ini, korban terlihat sudah hampir telanjang, tangan diborgol ke belakang, mulut dan dada dilakban, kaki diikat, serta dipakaikan popok sebelum kembali disiksa.
Korban yang tampak tak lagi berdaya tetap mendapat pukulan, siraman air, serta perlakuan kasar selama sekitar dua jam. Setelah kondisi korban sangat lemah, borgol dilepas dan ia dibawa ke kamar sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Sesampainya di RS St. Elisabeth Sei Lekop, korban dinyatakan meninggal.
Dugaan TPPO Mencuat: Ada Jeratan Utang dan Potongan Gaji
Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP), Romo Paschalis Saturnus, menilai kasus ini mengarah pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ia menyoroti adanya kewajiban pembayaran uang kepada agensi serta indikasi jeratan utang terhadap para LC.
Polda Kepri membenarkan adanya delapan LC lain yang diduga mengalami pola eksploitasi serupa, termasuk potongan gaji tidak wajar serta kekerasan fisik.
Romo Paschal mendorong agar kasus ditarik ke tingkat Polresta atau bahkan Polda Kepri mengingat bobot dan atensi publik yang besar. Ia menilai transparansi sangat diperlukan mengingat adanya indikasi eksploitasi terstruktur di lingkungan agensi tersebut.
Sementara itu, pihak Polsek Batuampar menyatakan sudah melakukan pendalaman terhadap adanya permintaan uang kepada korban apabila ingin meninggalkan agensi, namun penyelidikan mendalam masih berlangsung.
Peran Empat Tersangka
Penyidik mengungkap peran masing-masing tersangka:
- Wilson (pemilik agensi): eksekutor utama, menyemprotkan air, memukul korban, dan memerintahkan pencopotan CCTV.
- Anik/Mami: membuat skenario seolah korban mencekiknya sehingga memicu amarah Wilson.
- Putri Angelina: membantu mengikat dan memborgol korban.
- Salmiati: membantu mencopot CCTV dan mengawasi proses penyiksaan.
Keempatnya dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Pihak keluarga melalui kuasa hukum meminta proses hukum dilakukan terbuka dan menjerat seluruh pihak yang terlibat, termasuk kemungkinan tersangka baru. Mereka berharap kasus ini menjadi pintu pengungkapan praktik eksploitasi lain yang diduga terjadi di lingkungan agensi LC tersebut.
