Karya Teater “Rahim” yang Mengangkat Isu Politik dan Hak Perempuan
Pertunjukan teater berjudul Rahim adalah adaptasi dari cerpen karya Cok Sawitri. Dibawakan oleh Renny Handayani Safitri bersama Agus Injuk, pertunjukan ini digelar di Gedung Kesenian Rumentang Siang pada 27 November 2025. Drama ini menyajikan konflik psikologis yang terjadi dalam diri seorang perempuan yang menghadapi ancaman politik dan sosial yang tidak terduga.
Pesan Utama tentang Kehidupan Perempuan
Konflik utama dalam drama ini adalah bagaimana seorang perempuan merasa tidak utuh jika kehilangan rahimnya. Sebagaimana dikatakan dalam dialog, tidak ada perempuan yang dengan sukarela membuang rahimnya hanya karena isu-isu politik atau sosial. Bahkan, bagi banyak perempuan, memiliki rahim menjadi simbol kekuatan dan identitas mereka.
Nagari, tokoh utama dalam cerita, adalah seorang jurnalis berusia 30 tahun yang sangat tajam dalam menilai tindakan-tindakan yang tidak manusiawi. Suatu hari, ia ditangkap oleh tiga orang tak dikenal dan dibawa ke ruang interogasi. Di sana, ia diinterogasi bukan karena tulisan-tulisannya, melainkan karena operasi pengangkatan rahim yang pernah ia lakukan. Bagi Nagari, itu adalah tindakan medis biasa karena adanya tumor, tetapi bagi pihak lain, tindakan tersebut dianggap sebagai bagian dari konspirasi politik bawah tanah.
Isu Politik dan Pemaksaan Kekuasaan
Menurut pandangan pihak yang menginterogasi, gerakan perempuan yang membuang rahim dianggap sebagai ancaman terhadap kelahiran generasi baru dan stabilitas negara. Ini membuat Nagari merasa tidak paham mengapa tindakan medis pribadi dianggap sebagai ancaman nasional. Akhirnya, ia dipaksa untuk diam dan menerima rekayasa perlawanan terhadap aksi gerakan anti-kelahiran.
Kisah penculikan yang sering ia dengar kini ia alami sendiri. Ia paham bahwa apa yang terjadi telah direncanakan sebelumnya. Dunia telah menciptakan strategi politik liar yang tidak sesuai dengan kehendaknya.
Dramatik dan Pengembangan Visual
Dari cerpen yang ditulis pada tahun 1990-an, teks drama ini diangkat menjadi pertunjukan visual yang menarik. Transformasi dari narasi introspektif dan puitis menjadi pertunjukan teatrikal merupakan tantangan besar bagi sutradara sekaligus aktor. Karena cerpennya tidak bertumpu pada aksi fisik, tetapi lebih pada ketegangan batin dan paranoia negara, sutradara harus membangun dramatik secara visual.
Renny Handayani Safitri berhasil mempertahankan struktur inti cerpen dan mengubahnya menjadi peristiwa teatrikal. Tubuh dan ekspresi aktor Renny yang bergetar antara ketakutan dan perlawanan menjadi bagian penting dari dramatik ini. Ruang hampa yang dibangun oleh penata artistik Ade Syarifudin dan Satjadipoera (Wa Darto), cahaya kuning redup dari Ali Nurdin, serta multimedia tataan Director of Visual Art Isma Bim-Bim yang menggambarkan ruang pengap dengan lampu 25 watt berukuran besar, semua itu membangun suasana dramatik.
Aktor Agus Injuk sebagai penginterogasi tidak ditampilkan secara visual di panggung, tetapi suaranya jelas menciptakan imaji tersendiri ketika Nagari harus berhadapan dengan kekuasaan. Adegan ini menjadi inti dramatik cerita.
Komunitas Skena Aktor dan Program Pelatihan
Pertunjukan Rahim adalah karya nyata bagi komunitas/sanggar Skena Aktor yang didirikan oleh Renny Handayani sejak 2020. Lewat programnya, Skena Aktor merekrut anggota usia anak hingga dewasa (7-30 tahun). Awalnya bernama Inside Art School, Skena Aktor memberikan pelatihan yang meliputi akting, tari (modern/tradisi), seni rupa, musik, modeling (fashion), fotografi, sinematografi, dan penulisan.
