Menahan Sakit: 12 Tahun Berjuang Gendong Ayah di Laut

AA1RQ5si

Kisah Tragis Bocah 12 Tahun yang Berjuang Menyelamatkan Ayahnya dari Petir

Pada hari Sabtu, 6 Desember 2025, sebuah peristiwa tragis terjadi di Perairan Laut Karang Langkore, Kabupaten Bangka. Kejadian ini akan menjadi kenangan tak terlupakan bagi Bahar (12), seorang bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan tinggal di Lingkungan Parit Pekir, Kelurahan Jelitik, Sungailiat.

Bahar berusaha keras untuk menyelamatkan ayahnya, Hasanudin (45), yang tersambar petir saat mereka sedang memancing di laut. Meski telah berjuang mati-matian, nyawa ayahnya tidak bisa diselamatkan. Bahar kini dirawat di RSUD Depati Bahrin, Sungailiat, dengan luka bakar di kaki dan lengan kirinya.

Saat ditemui, Bahar tampak lemah dan duduk di ranjang perawatan. Selang infus terpasang di tangan kanannya sementara perban menutupi luka bakar di kakinya. Meskipun kesakitan, ia tetap menunjukkan ketegaran. Ia menceritakan bagaimana kejadian itu terjadi.

Pagi itu, Bahar dan ayahnya baru saja selesai masak dan ingin makan bersama di atas kapal. Saat itu, Hasanudin ingin merokok, tetapi akhirnya memutuskan untuk tidur. Tak lama kemudian, kilatan cahaya muncul dan membuat kapal mereka berapi. Petir menyambar tiang tengah kapal dan menyebar ke bagian rumah kapal serta tempat bensin.

Keduanya langsung melompat ke laut karena api mulai membakar tubuh mereka. Bahar mengaku bahwa saat itu kondisi cuaca sedang hujan gerimis, namun langit gelap dan suara gemuruh kecil terdengar. Mereka berenang menjauhi kapal sekitar 10 meter.

Di tengah perjuangan, Bahar sempat berbincang dengan ayahnya. “Kubilang apa sakitnya pak, katanya enggak ada lah, baik-baik aja,” jelas Bahar. Namun, Hasanudin semakin lemas. Bahar mencoba memberikan kayu agar ayahnya bisa naik, tetapi kayu itu tidak cukup kuat.

Setelah itu, Bahar berjuang berenang sambil menggendong tubuh ayahnya yang sudah banyak luka bakar. Didekapnya dan dipeluknya erat tubuh sang ayah sembari sekuat tenaga berenang kembali menjauhi lokasi kapal sekitar 10 meter. Bahar juga memasukkan kaki ayahnya ke dalam celana pendek miliknya agar tidak hanyut.

“Biar enggak hanyut, karena kenceng kan arus tuh,” ujarnya. Meski luka bakar di kakinya berulang kali bergesekan dengan kaki ayahnya, Bahar tetap menahan rasa sakit. “Kupikir enggak apa-apalah, yang penting kita selamat dulu,” jelasnya.

Setelah sekitar 10 menit berjuang, bantuan datang dari nelayan sekitar. Mereka dibawa menggunakan kapal dan mendapat pertolongan. Bahar mengatakan bahwa baju ayahnya habis terbakar, sementara bajunya masih utuh.

Detik-Detik Kapal Tersambar Petir

Peristiwa nahas terjadi pada pukul 08.00 WIB pagi. Kapal KM Kirana milik Hasanudin dan Bahar tersambar petir. Hasanudin sempat berteriak meminta tolong kepada anaknya. Nelayan lain dari kapal KM Rafa Nelayan segera membantu mereka. Tim Gabungan dari Sat Polairud Polres Bangka dan PosSandar Direktorat Polairud Polda Babel turun tangan untuk melakukan evakuasi dan penyelamatan.

Sekitar pukul 11.15 WIB, Hasanudin diketahui meninggal dunia karena luka bakar serius. Sementara itu, Bahar juga mengalami luka bakar dan dievakuasi ke RSUD Depati Bahrin.

Tangis Widya Seketika Pecah

Widya (38), istri Hasanudin, terus menangis setelah menerima kabar duka tentang suaminya. Di ruang tamu rumahnya, ia menggendong bayi berusia sembilan bulan sambil menangis tanpa henti. Anak keduanya, Bahar, kini dirawat di rumah sakit dengan luka bakar serius.

Anak yang paling tua, perempuan berumur 17 tahun, baru saja selesai bersekolah. Sedangkan yang paling bungsu adalah bayi laki-laki berusia 9 bulan. Hasanudin, seorang nelayan, menjadi tulang punggung keluarga. Kini, ia telah pergi untuk selamanya.

Sosok Hasanudin

Didin, panggilan akrab Hasanudin, dikenal sebagai sosok humoris dan ramah oleh para tetangga. Ia sering bercanda dan membantu warga sekitar. Kepergian Hasanudin meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya dan masyarakat sekitar.

Pos terkait