Banjir Malang Disebabkan oleh Penegakan Hukum yang Lemah

BANJIR BALI dbntfsedf

Ringkasan Berita:

  • Pada rapat kerja evaluasi penanggulangan bencana daerah antara pihak eksekutif dan legislatif Kota Malang, Pemkot Malang mengakui adanya berbagai tantangan di lapangan dalam menegakkan peraturan.
  • Kepala Bagian Hukum Sekretaris Daerah Kota Malang, Suparno, mengatakan bahwa proses penindakan belum bisa dilakukan secara optimal akibat masalah kewenangan dan pertimbangan sosial di lapangan.

https://soeara.com, MALANG– Penegakan hukum terhadap bangunan ilegal, khususnya di wilayah sekitar sungai masih belum memenuhi harapan di Kota Malang.

Pada rapat kerja evaluasi penanggulangan bencana daerah yang dihadiri oleh pihak eksekutif dan legislatif Kota Malang, Pemkot Malang mengakui adanya berbagai tantangan di lapangan dalam menjalankan aturan.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Malang, Suparno, mengatakan bahwa proses penindakan belum bisa dilakukan secara optimal akibat masalah kewenangan dan pertimbangan sosial di lapangan.

“Pelaksanaan hukum ini harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Peraturan sudah tersedia dan seharusnya diterapkan tanpa memandang status. Siapa pun yang melanggar semestinya ditindak,” kata Suparno saat diwawancarai di https://soeara.com, Senin (8/12/2025).

Namun, ia menekankan bahwa ada faktor lain yang turut memengaruhi kebijakan pemerintah. Suparno menyebut hal tersebut tidak dapat diabaikan.

“Kita hitung bagaimana bentuk biaya sosialnya. Penegakan hukum tidak bisa dilakukan secara langsung tanpa mempertimbangkan dampaknya,” tambahnya.

Suparno mengatakan bahwa penerapan hukum bukan hanya sekadar harapan, tetapi harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Rekomendasi dari pimpinan DPRD, menurutnya, juga menjadi dorongan agar pemerintah memperkuat langkah penataan ruang di masa depan. Ia memastikan keterlibatan semua pihak diperlukan agar penegakan hukum tidak menyebabkan gangguan sosial.

Suparno mengungkapkan bahwa bangunan ilegal yang banyak berdiri di daerah tepian sungai menjadi salah satu masalah paling sulit untuk ditangani. Hal ini disebabkan karena sebagian area sungai tidak termasuk dalam kewenangan pemerintah kota.

“Jika di tepi sungai, 15 meter dari garis sungai harus dalam kondisi bersih dan terjaga. Namun, ada sungai yang tidak termasuk dalam kewenangan kami,” katanya.

Suparno menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Malang hanya mampu berkoordinasi dengan pihak yang memiliki wewenang terhadap sungai, yaitu Balai Besar Wilayah Sungai Brantas. Suparno menjelaskan, Pemkot Malang telah melakukan kerja sama dengan BBWS, namun bencana banjir tetap saja terjadi.

“Secara umum, koordinasi. Penegakannya perlu melibatkan berbagai sektor, mulai dari provinsi hingga kota,” katanya.

Namun, Suparno mengakui bahwa koordinasi dengan pemerintah provinsi serta BBWS Brantas belum membuahkan tindakan penegakan hukum yang nyata. Setiap kali terjadi bencana banjir, hasil koordinasi masih belum menemukan solusi yang jelas.

“Koordinasi tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Kita perlu mempertimbangkan biaya sosialnya,” tegasnya.

Sampai saat ini, bangunan ilegal khususnya di daerah tepi sungai masih terdapat, bahkan cenderung meningkat. Suparno memastikan, bangunan yang dibangun di sekitar sungai tidak memiliki sertifikat hukum.

Pada rapat tersebut, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menyampaikan bahwa masih terlihat adanya kelemahan dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran di kawasan pemukiman.

Ia menilai penyelesaian masalah banjir tidak akan selesai jika pemerintah kota tidak segera memperbaiki penerapan hukum dan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan.

Meskipun bencana terjadi hampir setiap tahun, ia mengatakan tindakan perbaikan belum berjalan efektif karena pelaksanaan aturan tidak konsisten.

Amithya menyoroti kejadian banjir yang terus terulang di beberapa wilayah kota sebagai tanda jelas bahwa kebijakan dan penerapan peraturan belum berjalan secara efektif.

Ia menekankan bahwa masalah banjir bukan hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem, tetapi juga karena pelanggaran terhadap penerapan aturan mengenai fungsi saluran air, sistem drainase, dan irigasi.

Banyak saluran air mengalami perubahan fungsi akibat perubahan wilayah sekitarnya menjadi area permukiman.

“Irigasi tetap irigasi, tetapi yang teraliri adalah rumah, bukan sawah. Karena sawahnya sudah tidak ada. Akhirnya air mencari jalannya sendiri,” katanya.

Amithya memberikan contoh, sungai yang berubah menjadi tempat pembuangan sampah merupakan salah satu bentuk ketidakmampuan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan.

“Jika kita menjaga lingkungan, maka tidak akan ada saluran pembuangan yang tertutup sampah, tidak ada sungai yang tersumbat. Jadi ini masalah ketaatan terhadap aturan,” katanya.

DPRD Kota Malang menegaskan, penegakan hukum dan kebijakan yang tegas merupakan syarat penting jika pemerintah ingin menghentikan siklus banjir tahunan di Kota Malang.

Pos terkait