Sidang TPPU Mantan Direktur Persiba Catur Adi: Terungkap Bisnis Kuliner dan Jaringan Narkoba Lapas

AA1RYCSE

BALIKPAPAN, https://soeara.com— Persidangan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Direktur Persiba Balikpapan, Catur Adi Prianto diadakan di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Senin (8/12/2025) sore.

Persidangan kali ini dihadiri oleh beberapa saksi yang mengungkapkan informasi terkait bisnis kuliner serta jaringan peredaran narkoba di dalam lapas.

Kronologi Kasus

Sebelumnya dilaporkan, kasus ini berawal dari penangkapan Catur Adi Prianto dalam operasi narkoba di Lapas Kelas IIA Balikpapan pada akhir Februari 2025.

Tim gabungan menemukan barang bukti berupa 69 gram narkotika jenis sabu dan menangkap beberapa orang.

Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menangkap Catur Adi Prianto dan menetapkan dia sebagai tersangka.

Polisi selanjutnya memblokir dan mengamankan beberapa rekening yang dimiliki Catur serta rekening milik orang lain yang berada di bawah kendalinya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, penyidik menemukan adanya peredaran dana sebesar Rp 241 miliar dalam jangka dua tahun terakhir, yang memunculkan kemungkinan penyelidikan tindak pidana pencucian uang.

Dalam persidangan yang berlangsung pada Jumat (28/11/2025), majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan memberikan hukuman seumur hidup kepada Catur Adi terkait kasus peredaran narkoba di Lapas Kelas IIA Balikpapan.

Namun, pada saat itu Catur mengatakan akan mengajukan banding.

Persidangan TPPU Diikuti Oleh Penyidik Bareskrim

Sidang yang digelar pada Senin, (8/12/2025) dengan pimpinan Ketua Majelis Hakim Hasanuddin, menghadirkan beberapa saksi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rifai Faisal memanggil NV, penyidik Bareskrim Polri.

NV mengungkapkan bahwa penangkapan Catur dilakukan pada 6 Maret 2025 berdasarkan perintah atasan dan terkait dengan penyelidikan aliran dana dalam jaringan narkoba di Lapas Balikpapan.

“Hanya aliran dana. Dari tindak pidana narkoba awal,” kata NV di hadapan majelis hakim.

Tim pengacara terdakwa kemudian mengajukan pertanyaan mengenai barang bukti yang disita dari rumah Catur, termasuk apakah terdapat narkotika seperti yang disebut dalam konstruksi perkara.

NV menegaskan bahwa saat penggeledahan tidak ditemukan barang bukti narkoba. “Tidak ada,” katanya.

Catur Masuk ke Bisnis Makanan

Saksi kedua yang hadir dalam persidangan adalah GR. Ia merupakan mitra usaha kuliner terdakwa.

GR menyatakan, kolaborasi bisnis usaha “Raja Lalapan” dimulai pada tahun 2023.

Awalnya, bisnis tersebut dijalankan oleh GR dan suaminya. Catur kemudian menanamkan modal sebesar Rp 200 juta secara tunai.

Perusahaan tersebut akhirnya berkembang menjadi lima cabang dengan pendapatan bulanan sebesar Rp 100–200 juta. Keuntungan kemudian dibagi tiga setelah dikurangi biaya operasional.

GR menyatakan bahwa distribusi keuntungan dikirimkan ke rekening masing-masing, termasuk rekening yang atas nama orang lain yang disebut sebagai milik Catur.

Namun, GR tidak pernah meragukan nama yang tercantum pada rekening tersebut.

Bisnis yang sebelumnya beroperasi secara kekeluargaan akhirnya terdaftar sebagai PT Tiga Raja Balikpapan pada akhir 2023, dengan D -suami GR- menjabat sebagai direktur.

Namun, pada Februari 2025, beberapa cabang harus ditutup akibat penurunan pendapatan dan kesibukan para pemilik.

Sekarang, hanya satu cabang yang masih berada di kawasan Pasar Baru.

GR juga menyatakan bahwa Catur sering kali melakukan pengeluaran makanan dengan jumlah mencapai puluhan juta rupiah.

Pengakuan Tahanan: Jaringan Narkoba di Penjara

Saksi berikutnya yang hadir dalam persidangan adalah Eko Setiawan, tahanan terkait kasus narkoba.

Ia memberikan keterangan mengenai perannya dalam peredaran narkoba di Lapas Balikpapan.

Eko mengakui bahwa pertama kali bertemu Catur terjadi pada 27 Januari 2025 melalui seorang tahanan lain bernama Arnol, yang dikenal sebagai pengendali narkoba di dalam penjara.

Pada saat itu, Catur mengirim panggilan video kepada seseorang yang dikenal dengan nama Jusmail atau Aco, lalu menyerahkan ponsel tersebut kepada Eko.

“Inilah Ko bosmu (Aco), inilah Co pengganti Arnold (Eko),” ujar Eko menirukan perkataan Catur.

Namun, Eko menegaskan bahwa ia tidak pernah menerima narkoba secara langsung dari Catur.

“Tidak pernah secara langsung,” katanya.

Di persidangan diketahui bahwa pendapatan dari penjualan narkoba di dalam lapas dialirkan ke rekening Hendra Lesmana yang diatur oleh Edo.

Uang tersebut selanjutnya dikirim ke rekening Dewi Agustina dan Vivi Saripinda, yang menurut Eko dipegang oleh Arnol hingga ia bebas pada 13 Februari 2025.

“Setelah Arnol dilepaskan, saya menjadi pohon (pengendali sabu) di Lapas bersama 8 tahanan lainnya,” ujar Eko.

Delapan tahanan tersebut bertugas menyebarkan narkoba ke setiap blok tahanan. “Saya membelinya dari Arnol. Untuk 50 gram harganya Rp60 juta,” ujarnya.

Eko juga menyatakan bahwa meskipun Arnol telah bebas, dana dari hasil penjualan tetap dikirim ke rekening Dewi Agustina yang dimiliki oleh Arnol.

Tanggapan Kuasa Hukum Terdakwa

Setelah persidangan, kuasa hukum terdakwa, Agus Amri, mengungkapkan berbagai ketidakwajaran dalam dakwaan TPPU yang diajukan oleh jaksa.

“Bagaimana mungkin seseorang yang dijuluki ‘bos’ TPPU justru memiliki utang puluhan juta rupiah kepada temannya? Ini tidak logis,” katanya.

Agus menganggap keterangan GR memperkuat dugaan bahwa aliran dana yang diterima terdakwa berasal dari usaha kuliner, dengan keuntungan yang wajar dan bisnis yang akhirnya mengalami kerugian.

“Secara normal, pelaku tindak pidana pencucian uang, bisnis yang digunakan untuk mencuci uang tetap beroperasi meskipun omzetnya nol. Bukan justru tutup,” katanya.

Ia juga menyoroti fakta bahwa Jusmail alias Aco belum ditetapkan sebagai tersangka, meskipun namanya sering muncul dalam kesaksian.

“Publik penasaran, mengapa Aco hanya dianggap sebagai saksi? Dan mengapa rekening Aco senilai Rp16 miliar tidak pernah dibuka dalam persidangan?” tegasnya.

Persidangan akan dijadwalkan kembali dilaksanakan minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan.

Catur Adi Dihukum Penjara Seumur Hidup

Sebelumnya, Catur Adi Prianto telah dihukum penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Balikpapan terkait kasus peredaran narkoba di Lapas Kelas IIA Balikpapan.

Sidang putusan pada Jumat (28/11/2025) menolak permintaan hukuman mati dari jaksa.

Ketua Majelis Hakim, Ari Siswanto menyatakan bahwa Catur terbukti sebagai penggerak utama jaringan narkoba yang terorganisir di dalam lapas.

Namun, hakim menganggap jumlah barang bukti (69,3 gram sabu) serta lingkup penyebarannya belum mencapai tingkat kesalahan terberat yang memerlukan hukuman mati.

“Kematian sebagai hukuman menghilangkan kesempatan untuk direhabilitasi,” katanya.

Hakim menekankan hukuman seumur hidup sebagai tindakan keras karena kejahatan terjadi di tempat yang semestinya bersih, menunjukkan ancaman besar dan penghinaan terhadap peran negara.

Pos terkait