Keterlambatan Bicara: Bukan Telat, Tapi Waktunya Berbeda

AA1RRuXr

Perkembangan bicara anak sering kali menjadi salah satu hal yang paling dinantikan oleh orang tua. Namun, tidak semua anak memiliki timeline yang sama dalam mengembangkan kemampuan berbicara. Beberapa anak tergolong sebagai late talkers atau late bloomers, yang hanya memerlukan stimulasi tambahan, sementara sebagian lainnya berkembang lebih cepat (early talkers). Ada juga anak yang membutuhkan bantuan lebih intensif melalui intervensi profesional. Hal ini sesuai dengan temuan Suttora et al. (2020) yang menunjukkan bahwa anak-anak yang terlambat bicara bisa mengejar perkembangan seiring bertambahnya usia.

Fenomena keterlambatan bicara semakin sering menjadi perhatian, terutama setelah pandemi. Banyak anak tumbuh di lingkungan yang serba digital, dengan interaksi lebih banyak dengan handphone, tablet, atau TV daripada manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan paparan layar selama masa pandemi berhubungan dengan risiko keterlambatan bahasa pada balita. Namun, efeknya tidak sama pada semua anak, karena sangat tergantung pada kualitas interaksi, stimulasi verbal, dan lingkungan sosial sekitar.

Speech delay bukan cuma soal anak telat ngomong. Lebih tepatnya, anak memiliki perkembangan bicara yang lebih lambat dibanding usia yang seharusnya. Jadi bukan “anaknya malas ngomong” melainkan ada pola perkembangan yang memang berbeda ritmenya. Menurut Jullien (2021), speech delay merupakan kondisi ketika perkembangan kemampuan berbicara mengikuti pola yang benar, namun berlangsung lebih lambat dibandingkan perkembangan normal usianya.

Late Language Emergence (LLE) sering dipahami sebagai bentuk keterlambatan bahasa awal yang muncul pada anak usia sekitar dua tahun. Berdasarkan penelitian Martnez, Solano, dan Nez (2023), LLE ditandai oleh kemampuan kosakata yang belum mencapai jumlah kata sesuai tahap perkembangan atau belum munculnya kemampuan menggabungkan dua kata. Kondisi ini kerap muncul sebagai speech delay pada masa batita. Namun penting digarisbawahi bahwa anak dengan LLE bukan berarti akan mengalami hambatan jangka panjang. Banyak di antara mereka yang menunjukkan perkembangan bahasa yang baik seiring bertambahnya usia, terutama ketika mendapatkan stimulasi, interaksi, dan intervensi yang tepat.

Kenapa Bisa Terjadi Speech Delay? (Tenang, Ini Bukan Salah Siapa-Siapa)

Faktor penyebab speech delay itu kompleks. Ibarat membuat kopi susu: kadang kopinya kurang, susunya kebanyakan, atau baristanya lagi bad mood. Tapi semuanya bisa diperbaiki. Salah satu penelitian literatur yang dilakukan oleh Merita Meliyafara Pratiwi dkk. pada tahun 2022, mengidentifikasi lima faktor utama yang berkontribusi terhadap kondisi tersebut.

  • Jenis Kelamin
    Anak laki-laki lebih banyak mengalami keterlambatan bicara dibandingkan anak perempuan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan neurologis serta kemampuan verbal yang cenderung lebih cepat pada anak perempuan. Secara umum, anak perempuan memiliki perkembangan kosakata dan struktur bahasa yang lebih maju dibanding anak laki-laki pada usia yang sama.

  • Riwayat Prenatal
    Kondisi kehamilan dan proses kelahiran juga mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti:

  • BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
  • Lahir prematur
  • Asfiksia/permasalahan saat persalinan

Faktor ini dapat berdampak pada perkembangan saraf yang berperan dalam kemampuan bahasa dan artikulasi. Anak yang mengalami komplikasi prenatal atau perinatal perlu pemantauan yang lebih intensif.

  • Pola Asuh
    Gaya pengasuhan memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan bahasa. Anak yang diasuh dengan pola otoriter atau kurang dialog cenderung mengalami keterlambatan bicara, sedangkan pola asuh demokratis lebih mendukung kemampuan komunikasi karena adanya interaksi dua arah, seperti:
  • memberi kesempatan anak berbicara
  • merespon perkataan anak
  • menyediakan lingkungan kaya kosakata

  • Durasi Penggunaan Gadget
    Penggunaan gadget berlebihan menjadi salah satu penyebab terbesar speech delay masa kini. Anak yang terlalu banyak menonton layar cenderung pasif, hanya menerima visual dan audio tanpa mengolah interaksi. Jika penggunaan gadget melebihi 30 menit sehari, risiko keterlambatan bahasa meningkat signifikan. Interaksi langsung jauh lebih efektif dibandingkan stimulasi digital.

  • Kurangnya Stimulasi Lingkungan
    Anak belajar bahasa melalui interaksi. Ketika anak jarang diajak berbicara, jarang dibacakan buku, atau tidak memiliki lingkungan yang komunikatif, perkembangan bahasanya pun terhambat. Faktor ini menjadi temuan paling dominan dalam jurnal karena banyak anak mengalami speech delay meski tidak memiliki riwayat medis. Contoh stimulasi yang efektif:

  • membacakan buku cerita
  • bermain tebak benda/warna
  • mengajak anak berbicara sepanjang aktivitas harian

Intinya: jika anak mengalami hal seperti ini, tenang dulu karena bukan salah siapa-siapa. Yang penting: disadari dan ditangani.

Bagaimana Mengenali Speech Delay?

Nah, ini bagian yang sering bikin orang tua galau. Apakah anak saya speech delay atau cuma gengsi buat ngomong? Atau gimana sih?!! Speech delay bisa dikenali melalui beberapa indikator yang menunjukkan keterlambatan dalam pemerolehan bahasa, terutama pada anak usia 18–24 bulan. Menurut literatur perkembangan bahasa dan studi Late Language Emergence (LLE), tandatanda yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Kosakata terbatas pada usia 24 bulan
  • Anak belum mencapai jumlah kata minimum yang diharapkan, atau belum mulai menggabungkan dua kata menjadi frasa sederhana
  • Kesulitan meniru kata atau suara
  • Anak mengalami kesulitan dalam meniru suara, kata, atau intonasi yang didengar dari orang dewasa, yang seharusnya mulai muncul pada usia 18–24 bulan.
  • Pemahaman bahasa terbatas
  • Anak tampak kesulitan memahami perintah sederhana atau instruksi yang sesuai dengan usianya.
  • Tidak menunjukkan perkembangan bahasa sesuai milestone normal
  • Misalnya belum bisa menyebut kata benda umum, belum menanggapi pertanyaan sederhana, atau tidak menggunakan kata untuk berkomunikasi kebutuhan sehari-hari.

Tapi perlu diingat: anak itu unik. Jangan suka membandingkan dengan anak tetangga. Hidup tuh adil kok, cuma waktunya beda-beda.

Bagaimana Cara Membantu Anak Speech Delay?

Membantu anak dengan speech delay sebenarnya tidak selalu harus kaku dan tegang. Justru, banyak langkah yang bisa dilakukan dengan suasana menyenangkan, selama dilakukan secara konsisten dan terarah. Berdasarkan penelitian Hasanah & Nor (2023), terdapat beberapa bentuk dukungan yang terbukti membantu perkembangan bahasa anak. Ini bagian favorit semua orang tua, yang penting praktis dan bisa langsung dipakai malam ini.

  1. Ajak Anak Ngobrol, Tapi dengan Cara Lebih Halus
    Berbicara pada anak bukan sekadar mengajak bicara, melainkan mengatur cara berkomunikasi. Orang tua dianjurkan berbicara pelan, mengulang kata penting, dan memberi kesempatan anak menjawab.
  2. Trik yang dapat dicoba:
    • gunakan 5W1H question (apa, siapa, kenapa)bukan hanya “mau ini nggak?”
    • jangan langsung mengerti maksud anak jika ia hanya menunjuk
    • biarkan ia mencoba verbal dulu, meskipun butuh waktu

Dengan cara ini, bahasa bukan hanya didengar, tapi juga dipraktikkan.

  1. Bacakan Cerita Sebelum Tidur
    Membaca buku cerita ternyata bukan hanya momen bonding, tetapi juga alat stimulasi bahasa yang sangat efektif. Setelah membacakan cerita, mintalah anak menjelaskan tokoh, kejadian, atau perasaan dalam cerita.
  2. Contoh pertanyaan fun tapi edukatif:
    • “Menurut kamu, kenapa kura-kura bisa sedih?”
    • “Kalau kamu jadi si monyet, kamu bakal apa?”

Anak tidak hanya mendengar bahasa, tetapi juga belajar mengungkapkan kembali dengan versinya sendiri.

  1. Jadikan Waktu Bermain Sebagai Waktu Latihan Bahasa
    Tidak perlu terapi berat setiap hari, main pun bisa jadi latihan bicara.
  2. Game kecil seperti menyusun lego, puzzle, menggambar, atau bermain peran memberi banyak celah untuk stimulasi verbal.
  3. Contohnya:

    • Saat bermain, beri objek nyata agar anak memiliki kata baru untuk diucapkan: “Ini merah ya… coba bilang ‘MERAH'”
  4. Gadget Boleh, Tapi Ada Aturannya
    Salah satu hambatan yang paling sering muncul adalah paparan gadget tanpa kontrol. Anak menjadi pendengar pasif dan tidak mendapat kesempatan membalas atau berlatih bicara.

  5. Seperti:

    • kurangi durasi
    • alihkan dengan aktivitas sosial
    • jika perlu, buat Wifi tiba-tiba ‘hilang’
  6. Jangan Ragu ke Terapis (jika dibutuhkan)
    Terapi profesional 1x seminggu selama sekitar satu jam terbukti membantu perkembangan bicara anak secara progresif. Terapis dapat menilai kebutuhan spesifik, membuat modul latihan, serta memantau perkembangan dari waktu ke waktu. Tugas orang tua? Lanjutkan latihan di rumah + rayakan kemajuan kecilnya. Perlahan, hasilnya akan terlihat.

Kesimpulannya adalah anak-anak Gen Alpha tumbuh di dunia yang serba visual, instan, dan teknologi. Bukan hal aneh kalau perkembangan bahasanya ikut terdampak. Tapi bukan berarti mereka “kurang”. Mereka hanya punya jalur yang berbeda. Tugas kita sebagai orang dewasa? Jangan panik. Jangan bandingkan. Jangan menghakimi. Justru bantu, dampingi, dan berikan stimulasi yang sesuai. Karena bicara itu bukan sekadar kata-kata. Bicara adalah jembatan. Dan setiap jembatan dibangun dengan sabar, pelan-pelan, tapi pasti.

Pos terkait