https://www.instagram.com/p/DROlqSwE_nP/?igsh=MWpwZnFqajZ1Zmo4eQ==
“Cinta tidak memiliki akhir yang bahagia, cinta yang bahagia adalah cinta yang belum selesai. Mungkin itu bukan sesuatu yang penting bagi mu, tapi itu hati ku.”
Mengapa Cinta Mencari Akhir, Jika Ia Sendiri Ingin Tetap Hidup?
Pertanyaan itu terus berputar dalam pikiran saya setiap kali rasa rindu datang tanpa dipanggil. Mengapa cinta harus ditutup rapat, jika perasaannya sendiri masih ingin bernapas? Mengapa harus dinyatakan selesai, jika hati masih berdiri menghadapi kenyataan yang ditinggalkan?
Banyak orang percaya bahwa cinta yang tak berakhir akan menyakitkan. Namun, saya justru merasa bahwa di situlah cinta menemukan bentuk paling jujur karena ia tidak berusaha menjadi apa pun selain perasaan yang tulus.
Cinta Tak Menunggu Pengakuan untuk Tetap Indah
Ada cinta yang menuntut banyak hal. Ada yang meminta dipastikan. Ada yang memohon dibalas. Namun ada juga cinta yang justru semakin matang ketika ia tidak lagi membutuhkan validasi siapa pun. Cinta seperti itu tidak rewel. Tidak memaksa. Tidak menunjukkan luka di depan umum. Ia berjalan perlahan dalam kesunyian, tapi langkahnya tidak pernah benar-benar berhenti.
Karena kebahagiaan dalam cinta tidak selalu berbentuk pertemuan. Kadang ia hadir sebagai keikhlasan untuk tetap peduli, meski dari jauh.
Ketika Perasaan Bukan Lagi Sekadar Cerita Lama
Bagi orang lain, mungkin semua ini hanya masa lalu. Hanya nama di sudut ingatan, hanya bab yang sudah ditutup. Tapi bagi saya, ia adalah perjalanan batin yang masih bergaung. Masih melekat. Masih menjadi bagian dari siapa saya hari ini.
Bukan karena saya tidak bisa move on, tetapi karena ada cinta yang diciptakan bukan untuk dilupakan melainkan untuk dipahami. Cinta seperti itu mengajarkan bahwa hati pun punya caranya sendiri untuk mempertahankan yang berarti.
Di Balik Kepergian, Ada Cinta yang Memilih Tetap Diam
Ada hari-hari ketika saya mencoba menghapus apa yang tersisa. Namun setiap upaya memadamkan justru menghidupkan kenangan yang tidak ingin pergi. Aneh, tapi jujur cinta memang tidak selalu mengikuti logika.
Barangkali, cinta yang tidak selesai bukanlah kelemahan. Barangkali itu adalah bentuk keberanian keberanian untuk mengakui bahwa perasaan yang pernah bermakna tidak pantas diperlakukan sebagai kesalahan.
Bahagia Tidak Selalu Harus ‘Bersama’
Kita tumbuh dengan keyakinan bahwa cinta yang benar adalah cinta yang saling memiliki. Tapi semakin dewasa, saya belajar bahwa cinta yang besar tidak selalu meminta kebersamaan sebagai syarat utama.
Kadang yang paling indah adalah cinta yang mengizinkan seseorang bahagia dengan jalannya sendiri meski bukan dengan kita. Itulah cinta yang belum selesai: ia bukan menunggu seseorang kembali, tapi menjaga ruang dalam hati tetap bersih dari benci.
Ketika Kenangan Menjadi Guru yang Paling Setia
Ada pelajaran yang hanya diberikan oleh kehilangan. Ada kedewasaan yang lahir dari rasa yang tidak bisa dimiliki lagi. Dan dari situ saya belajar: cinta bukan soal siapa yang akhirnya tinggal, tetapi siapa yang pernah membuat kita menjadi lebih baik saat mereka hadir.
Ia datang sebentar, namun bekasnya bertahan lama. Ia pergi tanpa banyak penjelasan, namun pengaruhnya tidak memudar begitu saja.
Dan mungkin, itulah takdir cinta yang tidak selesai: menjadi bagian penting yang hidup di antara “pernah” dan “akan”.
Hati Ini Tidak Menyerah, Ia Hanya Berubah Bentuk
Saya tidak lagi berharap semua kembali seperti dulu. Saya hanya menjaga satu hal: bahwa perasaan ini tidak menjadi kebencian. Bahwa cinta yang pernah tumbuh tidak berubah menjadi racun. Bahwa saya tetap mampu mencintai tanpa harus memiliki.
Bagi banyak orang, itu bukan sesuatu yang penting. Tapi bagi saya, itulah hati saya dan saya menghargainya.
Karena Pada Akhirnya, Cinta Adalah Perjalanan, Bukan Tujuan
Tidak ada cerita cinta yang benar-benar selesai. Ada yang berubah bentuk, ada yang menetap dalam kenangan, ada yang menunggu diam-diam dalam doa yang tidak pernah terucap.
Cinta yang belum selesai bukanlah luka. Ia adalah bukti bahwa manusia masih punya ruang untuk merasakan dengan tulus.
“Cinta tidak berakhir ketika seseorang pergi. Cinta berakhir ketika hati berhenti berani mencintai—dan hati saya belum berhenti.”
