MK: Anggota DPR Tak Pantas, Rakyat Bisa Protes ke Partai untuk Merecall

AA1FzgRM

.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa anggota DPR maupun DPRD yang tidak lagi layak menjadi anggota dewan dapat diprotes oleh rakyat. Sebagai pemilih, masyarakat dapat mengajukan keluhan kepada partai politik yang menjadi wadah dari anggota tersebut.

Pernyataan tersebut tercantum dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perkara uji materi Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dengan nomor perkara 199/PUU-XXIII/2025.

“Jika pemilih menilai ada anggota DPR atau DPRD yang tidak pantas menjadi anggota DPR atau DPRD, pemilih bisa menyampaikan keberatan kepada partai politik,” ujar Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah di Jakarta, Kamis.

Bahkan, jelas bagi mereka, pemilih juga bisa menyampaikan kepada partai politik terkait penghapusan sementara (recall) anggota DPR atau DPRD yang bersangkutan.

Selain itu, pengadilan juga menyebutkan masa pemilihan umum yang dilakukan setiap lima tahun sebagai sarana penilaian terhadap anggota dewan yang sebelumnya terpilih.

“Pemilih sebaiknya tidak memilih lagi anggota DPR atau anggota DPRD yang dianggap memiliki masalah dalam pemilu berikutnya,” kata Guntur.

Selanjutnya, pengadilan menolak permohonan yang diajukan oleh mahasiswa bernama Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Mereka mengevaluasi keabsahan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3. Dalam permohonannya, para pemohon meminta agar rakyat, khususnya konstituen di daerah pemilihan, diberi hak untuk mengusulkan penghapusan sementara anggota DPR.

Mahkamah menganggap alasan permohonan para pemohon tidak didukung secara hukum. Menurut MK, keinginan para pemohon agar konstituen diberi hak untuk mengangkat anggota dewan bertentangan dengan prinsip demokrasi perwakilan.

 

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam menyampaikan pertimbangan hukumnya menyebutkan, Pasal 22E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa peserta pemilu yang berhak memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.

Oleh karena itu, sebagai akibat logisnya, prosedur pemberhentian sementara (recall) terhadap anggota DPR maupun DPRD juga harus dilakukan oleh partai politik. Mekanisme seperti ini, katanya, merupakan bentuk pelaksanaan demokrasi perwakilan.

“Keinginan para pemohon agar penduduk di daerah pemilihan diberi hak yang sama dengan partai politik sehingga bisa mengusulkan pemberhentian sementara anggota DPR dan anggota DPRD, pada dasarnya bertentangan dengan prinsip demokrasi perwakilan,” katanya.

Selain itu, secara teknis, Mahkamah menyatakan bahwa permohonan para pemohon setara dengan mengadakan pemilu ulang di daerah pemilihan yang bersangkutan. MK menganggap hal tersebut justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Karena tidak dapat dipastikan pemilih yang pernah menggunakan hak suaranya kepada anggota DPR dan anggota DPRD yang akan dihentikan pada saat pelaksanaan pemilihan umum,” tambah Guntur.

Mahkamah menyatakan bahwa kekhawatiran para pemohon mengenai penghapusan anggota DPR oleh partai politik berdampak pada dominasi partai politik dan bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, seharusnya tidak terjadi.

Dalam hal ini, MK kembali menegaskan bahwa pelaksanaan pergantian anggota DPR atau DPRD oleh partai politik pada dasarnya tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang atau dengan cara melanggar peraturan hukum.

“Pertimbangan atau penilaian pergantian anggota DPR dan anggota DPRD oleh partai politik dilakukan sesuai dengan keberadaan Mahkamah Kehormatan Dewan sebagai alat kelengkapan DPR yang bertujuan menjaga serta mempertahankan kehormatan dan martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat,” ujar Guntur.

Pernyataan tersebut sebenarnya telah diungkapkan oleh Mahkamah dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 008/PUU-IV/2006, 38/PUU-VIII/2010, dan 22/PUU-XXIII/2025. MK belum memiliki alasan yang kuat dan mendalam untuk berpindah dari pendirian putusan sebelumnya.

Pos terkait