Korupsi gas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) kembali menghebohkan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka, yaitu Iswan Ibrahim dan Danny Praditya. Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar USD 15 juta atau sekitar Rp 240 miliar. KPK juga menyita uang senilai USD 1 juta serta melakukan penggeledahan di delapan lokasi.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari keputusan Dewan Komisaris dan Direksi PGN pada 19 Desember 2016 yang tidak mencakup rencana pembelian gas dari PT Inti Alasindo Energi (IAE). Namun, pada Agustus 2017, Danny diduga memerintahkan anak buahnya untuk membahas kerja sama jual beli gas dengan IAE.
Pada November 2017, IAE meminta uang muka sebesar USD 15 juta kepada PGN. Uang tersebut kemudian digunakan untuk membayar utang ke pihak lain yang tidak terkait perjanjian jual beli. Meskipun tahu pasokan gas tidak cukup, Iswan tetap melanjutkan kerja sama jual beli gas dengan skema advance payment.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kerugian negara yang terjadi sebesar USD 15 juta atau sekitar Rp 240 miliar.
Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ine Anggraeni, menyatakan bahwa kerugian negara berupa nilai uang muka dari PGN kepada IAE adalah USD 15 juta. Selain itu, ada pengembalian uang muka sebesar USD 805.666,57 yang belum masuk dalam perhitungan kerugian.
Jaksa menegaskan bahwa kegiatan ini telah merugikan keuangan negara dan memperkaya korporasi serta orang-orang tertentu. Danny dan Iswan didakwa merugikan keuangan negara sebesar USD 15 juta atau sekitar jumlah tersebut. Jaksa juga menyebut bahwa kegiatan ini melanggar larangan jual-beli gas secara bertingkat.
