Kasus Dana Syariah Indonesia (DSI): Kritik Terhadap Keterbukaan dan Manajemen Perusahaan
Kasus PT Dana Syariah Indonesia (DSI) kembali menjadi perhatian publik, terutama karena dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana yang dimiliki perusahaan. Paguyuban Lender DSI menyampaikan sikap tegasnya setelah mengadakan pertemuan virtual melalui Zoom Meeting dengan pihak DSI.
“Alih-alih membawa harapan, pertemuan tersebut justru seperti pungguk merindukan bulan. Pertemuan ini menunjukkan betapa kacau dan lemahnya tata kelola perusahaan,” ujar Paguyuban Lender DSI dalam keterangan resmi mereka.
Dari informasi yang diperoleh, beberapa poin utama yang disampaikan oleh paguyuban antara lain:
- Data lender tidak akurat
- Direksi tidak memahami arus kas perusahaan
- Ekuitas berubah signifikan tanpa penjelasan
- Progres penagihan borrower hampir 0
- Kas perusahaan stagnan
- Rencana pemulihan tidak ada wujudnya
Semua hal ini dianggap sebagai alarm kebakaran yang sudah meraung-raung. Selain itu, klaim dana sebesar Rp3,5 miliar bagi 14.000 lender dinilai tidak masuk akal dan sulit diverifikasi.
Dana Tidak Cukup dan Data Penerimanya Tidak Jelas
DSI mengklaim hanya memiliki Rp3,5 miliar untuk dibagikan kepada 14.000 lender. Namun, data lender sendiri tidak jelas. Bagi perusahaan yang wajib rapi, diaudit, dan diawasi OJK, fakta ini bisa disebut sebagai malapraktik pengelolaan.
Lender yang menjadi korban bukan hanya investor biasa. Mereka adalah:
- Pensiunan
- Korban PHK
- Orang tua tunggal
- Orang tua yang menyiapkan pendidikan anak
- Rakyat kecil
- Anak muda yang mulai membangun masa depan
Mereka berharap solusi konkret, tetapi yang diberikan DSI hanya data yang tidak akurat, dana yang tidak cukup, dan rencana pemulihan yang tidak ada bentuknya.
Direksi Tidak Mengetahui Cash-In & Perubahan Ekuitas
Bagian paling memprihatinkan adalah saat Paguyuban mempertanyakan hal paling dasar:
- Posisi cash-in perusahaan
- Perubahan ekuitas signifikan pada tahun 2025.
Namun TA — yang menjabat sebagai direksi sekaligus orang yang disebut memahami akuntansi — secara terbuka menyatakan tidak tahu mengenai kedua hal tersebut.
Ini bukan lagi red flag. Ini bendera merah raksasa ukuran billboard bundaran HI.
Kepada Siapa Laporan Keuangan DSI Disampaikan?
Ketidaktahuan semacam ini bukan sekadar kelemahan internal — ini indikasi ketidakteraturan struktural, bahkan potensi adanya pihak yang beroperasi di luar struktur resmi.
DSI menjanjikan pencairan dana mulai 8 Desember 2025. Namun dengan dana hanya 0,2% dari total kebutuhan sebesar Rp 3.500.000.000, bagaimana mungkin DSI bisa menjanjikan pemulihan 100% dalam waktu kurang dari setahun? Secara matematika dan logika bisnis, ini tidak masuk akal.
Over Appraisal dan Dampaknya
Temuan over appraisal juga menjadi salah satu penyimpangan yang merugikan lender DSI. Akibatnya, nilai jaminan pada saat penjualan lebih rendah dari kewajiban, sehingga tidak mampu menutupi nilai yang seharusnya dikembalikan kepada lender.
Tuntutan Paguyuban Lender DSI
Paguyuban Lender DSI menegaskan tuntutan:
- Seluruh dana Rp 3,5 miliar — berapapun angka realnya — harus segera disalurkan secara proporsional kepada lender dengan data yang valid.
- Tidak ada alasan tambahan
- Tidak ada penundaan
- Tidak ada permainan angka
- Tidak ada manuver internal
Uang tersebut adalah hak lender, MILIK LENDER, bukan komoditas untuk diputarbalikkan oleh manajemen.
Extra Balance Sheet yang Belum Bisa Dibuka ke Publik
DSI menyampaikan bahwa mereka memiliki extra balance sheet yang berisi:
- aliran dana lender masuk,
- penyaluran dana ke borrower secara lengkap
- rincian posisi borrower.
Namun dokumen tersebut tidak dapat ditampilkan sekarang, karena dianggap sensitif dan harus menunggu izin OJK. DSI menjanjikan dokumen ini akan disampaikan setelah tanggal 10 Desember 2025, dengan catatan jika OJK mengizinkan.
Sumber Cash-In yang Masih Berupa Rencana
DSI memaparkan empat sumber utama cash-in yang sedang mereka upayakan:
a. Penagihan ke Borrower
Masalahnya, progres sejak Oktober mendekati nol.
b. Penjualan Aset Jaminan Borrower
Termasuk membuka opsi agar lender ikut membeli aset jaminan tersebut — sebuah usulan yang menimbulkan tanda tanya besar tentang efektivitas manajemen.
c. Penjualan Aset Perusahaan
Termasuk 3 unit kantor DSI di SCBD, di mana 1 unit sudah ditawarkan secara aktif.
d. Investor Asing & Lokal
Masih tahap eksplorasi awal, tanpa nominal pasti, tanpa timeline jelas.
Keseluruhan sumber ini masih sebatas rencana, tanpa realisasi signifikan.
Sikap Tegas Paguyuban: Tidak Mau Jadi Pengawas BPP & Siap Ambil Langkah Hukum
Paguyuban, mewakili ribuan lender di seluruh Indonesia, menegaskan:
- Menolak dilibatkan sebagai pengawas BPP (karena itu bukan tanggung jawab lender, melainkan manajemen perusahaan).
- Menolak segala upaya DSI melempar tanggung jawab kepada lender.
- Akan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak lender, baik melalui jalur hukum maupun mekanisme lain apabila DSI terus gagal memberikan transparansi, kepastian, dan komitmen nyata.
- Akan terus mengawal proses pemulihan hingga tuntas.
OJK wajib:
- memastikan DSI menyampaikan laporan keuangan yang akurat dan lengkap,
- mengawasi proses investigasi, pemulihan, dan pencairan dana lender,
- menindak setiap pelanggaran yang ditemukan,
- dan menjamin bahwa seluruh mekanisme perlindungan konsumen berjalan sebagaimana mestinya.
Paguyuban menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi kelalaian pengawasan, terlebih ketika ribuan lender menjadi korban. Pengawasan OJK tidak boleh sebatas administratif, tetapi harus proaktif, tegas, dan transparan.
