Penjelasan Mengenai Silaturahim Mustasyar dan Rapat Pleno PBNU
Silaturahim Mustasyar yang digelar oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Ndalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng pada hari Sabtu, 6 Desember 2025, mendapat apresiasi dari Rais Syuriyah PBNU, Mohammad Nuh. Namun, ia menegaskan bahwa forum tersebut tidak menggantikan agenda rapat pleno yang akan berlangsung pada 9–10 Desember 2025 sesuai mekanisme organisasi.
Forum silaturahim Mustasyar hanya bertugas memberi arahan dan nasihat, bukan mengambil keputusan. Dalam pertemuan tersebut, sebanyak 7 dari 30 anggota Mustasyar hadir, termasuk beberapa tokoh penting seperti KH. Ma’ruf Amin, KH. Abdullah Ubab Maimoen, dan Nyai Shinta Nuriyah Wahid secara daring melalui zoom. Sementara itu, yang hadir secara langsung adalah KH. Anwar Manshur, KH. Nurul Huda Jazuli, KH. Said Aqil Siradj, dan Nyai Mahfudhoh Aly Ubaid.
Tugas Mustasyar dalam Organisasi NU
Menurut Pasal 17 Anggaran Dasar dan Pasal 57 Anggaran Rumah Tangga NU, Mustasyar memiliki tugas untuk memberikan arahan, pertimbangan, dan/atau nasehat kepada pengurus NU. Hal ini dilakukan baik secara perorangan maupun kolektif, baik diminta ataupun tidak. Meskipun demikian, forum tersebut tidak dapat dijadikan sebagai tempat pengambilan keputusan.
“Kami diperintah hadir ke Tebuireng sebagai penghormatan atas niat baik shohibul hajat,” ujar Prof. Mohammad Nuh ketika dikonfirmasi. Ia juga menyatakan bahwa saran dan masukan dari Mustasyar akan dilaporkan kepada Rais Aam dan Wakil Rais Aam PBNU.
Namun, keputusan akhir tetap harus melalui mekanisme organisasi, yaitu rapat pleno yang akan digelar pekan depan. “Kami tetap menghormati saran dan masukan beliau yang hadir, baik secara daring maupun luring. Saran dan masukan kami perhatikan, tapi pengambilan keputusan tetap harus melalui mekanisme organisasi,” tambahnya.
Rapat Pleno untuk Menindaklanjuti Pemberhentian Gus Yahya
Rapat pleno yang akan digelar pada 9–10 Desember 2025 merupakan tindak lanjut dari keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU yang memberhentikan KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dari posisi Ketua Umum PBNU. Secara resmi, Gus Yahya dianggap bukan lagi Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025 lalu.
Keputusan ini didasarkan pada pelanggaran berat yang dilakukan oleh Gus Yahya, yang telah terbukti secara nyata dengan bukti yang kuat. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Mohammad Nuh, yang merujuk pada Keputusan Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025.
Persiapan Rapat Pleno dan Kepatuhan terhadap Aturan Internal
Ketua PBNU Bidang Pendidikan, Hukum dan Media, Prof. Muh. Mukri menjelaskan bahwa rapat pleno akan dihadiri oleh Mustasyar, A’wan, Syuriyah, Tanfidziyah, serta seluruh pimpinan lembaga dan badan otonom (Banom) PBNU. Tujuan utama dari rapat pleno adalah menetapkan penjabat (Pj) ketua umum PBNU setelah pemberhentian Gus Yahya.
Menurut Mukri, undangan rapat pleno telah sesuai dengan ketentuan internal NU. Ia menegaskan bahwa Rapat Pleno pekan depan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Termasuk soal administratif yang diperdebatkan, ia memastikan bahwa semua prosedur telah dipenuhi.
Mukri juga menjawab isu yang menyebut bahwa Rapat Pleno hanya ditandatangani oleh Rais Aam dan Katib PBNU tanpa unsur Tanfidziyah. Ia menjelaskan bahwa forum tersebut memang wewenang Syuriyah. Rais Aam akan menjadi Pimpinan Rapat Pleno PBNU, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Status Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU
Menurut Mukri, klausul AD/ART NU hanya berlaku dalam kondisi normal. Saat ini, Gus Yahya sudah tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025 pukul 00.45 WIB. Sejak saat itu, kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam.
Dengan demikian, rapat pleno yang akan digelar pada 9–10 Desember 2025 akan menjadi langkah penting dalam memastikan kelangsungan organisasi NU. Semua pihak diharapkan dapat mematuhi mekanisme yang telah ditetapkan agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan transparan.
