Perkembangan Upah Minimum Regional di Jawa Timur Tahun 2026
Menjelang akhir tahun, perhatian publik kembali tertuju pada penetapan Upah Minimum Regional (UMR) Jawa Timur untuk tahun 2026. Berbagai proyeksi dan usulan dari berbagai pihak menunjukkan bahwa UMR provinsi ini diperkirakan mengalami kenaikan signifikan. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus berkembang serta meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dewan Pengupahan masih dalam proses penggodokan besaran UMR dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) untuk tahun depan. Namun, sejumlah simulasi yang beredar menunjukkan bahwa UMR Jawa Timur 2026 berpotensi naik antara 6,5 persen hingga 10,5 persen dari tahun sebelumnya. Jika mengacu pada UMR Jawa Timur 2025 sebesar Rp2.165.244, maka kenaikan maksimal 10,5 persen akan membawa angka UMR 2026 mendekati Rp2,4 juta. Sementara itu, UMK Surabaya yang selama ini menjadi yang tertinggi di provinsi ini diperkirakan bisa mencapai Rp5,56 juta.
Pertimbangan Kenaikan
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur menyebutkan bahwa penetapan UMR dan UMK mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Dalam regulasi tersebut, formula penyesuaian upah minimum mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Inflasi nasional tahun ini diperkirakan mencapai 3,2 persen, sementara pertumbuhan ekonomi Jawa Timur menunjukkan tren positif. Ini menjadi dasar dalam merumuskan besaran UMR 2026.
Selain itu, Dewan Pengupahan juga mempertimbangkan usulan dari serikat pekerja dan asosiasi pengusaha. Serikat pekerja, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mengusulkan kenaikan hingga 10,5 persen untuk menjaga daya beli buruh di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok.
Suara dari Lapangan
Kenaikan UMR disambut baik oleh kalangan pekerja. Siti Nurjanah (34), buruh pabrik garmen di Pasuruan, berharap kenaikan UMR dapat mengimbangi lonjakan harga bahan pokok. “Kami berharap pemerintah berpihak pada buruh. Harga beras, minyak, dan transportasi terus naik,” ujarnya.
Namun, dari sisi pengusaha, muncul kekhawatiran. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur, Dedi Santoso, menilai bahwa kenaikan UMR yang terlalu tinggi bisa membebani sektor usaha kecil dan menengah. “Kami tidak menolak kenaikan, tapi harus realistis. Kalau terlalu tinggi, bisa berdampak pada efisiensi tenaga kerja,” katanya.
Ketimpangan Antarwilayah
UMK di Jawa Timur menunjukkan ketimpangan yang cukup lebar. Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, dan Sidoarjo selalu menempati posisi tiga besar dengan UMK tertinggi. Sebaliknya, kabupaten seperti Situbondo, Bondowoso, dan Magetan berada di posisi terbawah.
Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Dr. Rina Wulandari, menyebut bahwa ketimpangan ini mencerminkan disparitas ekonomi antarwilayah. “UMK tinggi biasanya terjadi di daerah industri dan urban. Pemerintah perlu mendorong pemerataan investasi agar daerah dengan UMK rendah bisa tumbuh,” ujarnya.
Menanti Keputusan Akhir
Sesuai ketentuan, pengumuman resmi UMP dan UMK dilakukan paling lambat akhir November. Namun hingga awal Desember 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum mengumumkan angka final. Proses pembahasan masih berlangsung intensif antara pemerintah, pengusaha, dan perwakilan buruh.
Kenaikan UMR 2026 diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan usaha. Dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi, keputusan ini menjadi krusial bagi stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi daerah.
