Lead
Eks Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan dan empat orang lainnya didakwa merugikan negara hingga Rp 140,8 miliar dalam proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2020-2024.
Fakta Utama
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa lima terdakwa, termasuk eks Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan dan Bambang Dwi Anggono, diduga melakukan tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 140,8 miliar berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Jaksa menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari rekomendasi Sofrecom, perusahaan konsultan asal Prancis, pada 2018 untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN). Namun, pemerintah justru memilih mengembangkan PDNS dengan konsep sewa layanan komputasi awan, yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Konfirmasi & Narasi Tambahan
Menurut jaksa, proses lelang proyek PDNS dilakukan secara direkayasa. Rekomendasi tender disesuaikan dengan kepentingan PT Aplikanusa Lintasarta (PT AL), yang kemudian menang dalam tiga kali pengadaan senilai total Rp 351,8 miliar. Selain itu, PT AL juga disebut memberikan uang suap kepada para pejabat Kominfo.
“Apabila PT Aplikanusa Lintasarta ingin kembali sebagai pelaksana kegiatan PDNS tahun 2021, terdakwa Alfie Asman harus memberikan sejumlah uang, yaitu Rp 3 miliar untuk Bambang Dwi Anggono serta Semuel,” kata jaksa.
Semuel sendiri diketahui menerima uang suap sebesar Rp 6 miliar yang digunakan untuk renovasi rumah dan keperluan pribadi. Sementara itu, Bambang dan Nova Zanda juga diduga menerima uang suap dari PT AL.
Menurut Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, serangan ransomware yang terjadi pada Juni 2024 menjadi salah satu indikasi kerentanan sistem PDNS. “Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia,” ujarnya.
Analisis Konteks
Kasus ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengelolaan proyek infrastruktur digital pemerintah. PDNS, yang seharusnya menjadi solusi sementara sebelum pembangunan PDN selesai, justru menjadi sarang kerentanan. Hal ini memicu kekhawatiran akan keamanan data nasional dan efisiensi penggunaan anggaran.
Selain itu, kasus ini juga mengungkap praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi dan perusahaan swasta. Menurut analis hukum, hal ini menunjukkan pentingnya transparansi dan pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Data Pendukung
– Total anggaran PDNS 2020-2024: Rp 959,4 miliar
– Kerugian negara: Rp 140,8 miliar (BPKP)
– Nilai kontrak PDNS yang diberikan ke PT AL: Rp 351,8 miliar
– Uang suap yang diterima oleh Semuel: Rp 6 miliar
– Jumlah saksi yang akan dihadirkan dalam sidang: 78 saksi
