Nelayan Gorontalo Keluhkan Kesulitan Mendapatkan Solar Bersubsidi di SPBU

Lead / Teras Berita

Nelayan di Gorontalo mengeluhkan kesulitan mendapatkan solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Masalah ini memicu perhatian DPRD Provinsi Gorontalo yang langsung melakukan kunjungan ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk mencari solusi. Keluhan ini menjadi isu viral di kalangan masyarakat, khususnya para nelayan yang bergantung pada bahan bakar tersebut untuk aktivitas penangkapan ikan.

Subjudul 1 — Kronologi Lengkap

Keluhan nelayan Gorontalo terhadap kesulitan mendapatkan solar bersubsidi mulai muncul sejak beberapa bulan terakhir. Mereka mengeluhkan antrean panjang di SPBU serta stok yang sering habis. Hal ini berdampak pada aktivitas melaut mereka, karena tanpa solar, kapal tidak bisa beroperasi.

Bacaan Lainnya

Pada akhir November 2025, Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo melakukan kunjungan kerja ke BPH Migas di Jakarta untuk membahas masalah ini. Dalam pertemuan tersebut, anggota dewan menyampaikan keluhan masyarakat tentang distribusi solar yang tidak merata dan adanya penggunaan solar subsidi oleh pihak yang tidak berhak, seperti sektor tambang.

Menurut data dari BPH Migas, kuota solar bersubsidi untuk Gorontalo pada tahun 2025 berada dalam kondisi aman dengan realisasi hingga Oktober mencapai 77 persen dari total kuota tahunan. Namun, masalah utama tetap berada pada aspek distribusi dan pengawasan di lapangan.

Subjudul 2 — Mengapa Menjadi Viral?

Isu nelayan Gorontalo kesulitan mendapatkan solar bersubsidi menjadi viral karena dampaknya langsung terasa pada kehidupan masyarakat pesisir. Video-video yang menunjukkan antrean panjang di SPBU dan keluhan nelayan tersebar di media sosial, memicu respons dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan lembaga otoritas.

Keluhan ini juga didorong oleh adanya kebijakan yang mengharuskan nelayan memiliki rekomendasi resmi dari dinas terkait agar bisa membeli solar subsidi. Meski tujuannya adalah untuk mencegah penyalahgunaan, namun banyak nelayan mengeluh bahwa proses administratif terlalu rumit dan tidak efisien.

Subjudul 3 — Respons & Dampak

Respons dari pemerintah dan BPH Migas terhadap keluhan nelayan Gorontalo cukup cepat. Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo menegaskan bahwa masalah utama bukanlah kuota, melainkan distribusi dan pengawasan. Mereka meminta agar penyebaran SPBU subsidi lebih proporsional, terutama di wilayah-wilayah yang sering mengalami kekosongan stok.

Selain itu, DPRD juga menyoroti adanya aktivitas pertambangan ilegal yang berpotensi menyedot konsumsi solar subsidi. Anggota Komisi II, Hamzah Idrus, menekankan bahwa BBM bersubsidi tidak boleh digunakan untuk aktivitas tambang maupun industri.

Subjudul 4 — Fakta Tambahan / Klarifikasi

BPH Migas menegaskan bahwa kuota solar bersubsidi untuk Gorontalo masih dalam kondisi aman. Namun, tantangan utamanya terletak pada distribusi dan pengawasan di lapangan. Pihak BPH Migas menjelaskan bahwa pengawasan di daerah sangat bergantung pada penerbitan surat rekomendasi dari OPD terkait seperti Dinas Perikanan dan Pertanian.

Selain itu, Pertamina juga memberikan klarifikasi bahwa solar bersubsidi tidak langka. Namun, pembelian harus dilakukan dengan rekomendasi resmi dari dinas terkait untuk mencegah penyelewengan. Nelayan diharapkan bisa bergabung dengan kelompok nelayan yang sudah terdata atau melapor ke Dinas Kelautan dan Perikanan setempat.

Penutup — Kesimpulan & Perkembangan Selanjutnya

Masalah nelayan Gorontalo kesulitan mendapatkan solar bersubsidi menjadi isu penting yang memerlukan tindakan nyata. Publik menantikan langkah konkret dari pemerintah dan BPH Migas untuk memastikan distribusi solar bersubsidi berjalan adil dan merata. Diperlukan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah, BPH Migas, dan Pertamina agar nelayan dapat menjalankan aktivitasnya tanpa kendala.

Pos terkait