Kemenhut Tutup Lima Konsesi PT TPL dan PHAT di Tapanuli

AA1RFNlf

Penyegelan Lima Titik Lahan di DAS Batang Toru dan Sibuluan

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkum) melakukan penyegelan terhadap lima titik lahan yang diduga melanggar aturan lingkungan. Lahan tersebut berada di daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru dan DAS Sibuluan, Tapanuli. Lima lokasi yang disegel terdiri dari dua titik di area konsesi PT TPL dan tiga titik lainnya yang dikuasai oleh Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) dengan nama JAM, AR, dan DP.

“Tim lapangan telah melakukan penyegelan untuk mengamankan lokasi yang terindikasi melakukan aktivitas ilegal. Langkah ini merupakan bagian dari upaya komprehensif dalam verifikasi fakta, pengamanan tempat, serta penyiapan bukti untuk proses penegakan hukum yang adil dan transparan,” ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, dalam keterangan tertulis Kemenhut.

Pola Kerusakan Hutan di Hulu Akibat Aktivitas Ilegal

Hasil analisis awal yang diperkuat dengan verifikasi lapangan menunjukkan bahwa selain curah hujan ekstrem, terdapat indikasi kerusakan lingkungan di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.

Kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu DAS diduga mengurangi kemampuan tanah menyerap air. Hal ini menyebabkan hujan ekstrem berubah menjadi aliran permukaan yang kuat, sehingga memicu banjir dan longsor. Material kayu yang terbawa arus menunjukkan dugaan adanya aktivitas pembukaan lahan dan penebangan yang tidak sesuai ketentuan.

“Kami melihat pola jelas di mana kerusakan hutan di hulu akibat aktivitas ilegal meningkatkan potensi bencana di hilir. Aktivitas di PHAT yang seharusnya legal, terindikasi disalahgunakan menjadi kedok untuk pembalakan liar yang merambah ke kawasan hutan negara di sekitarnya. Ini adalah kejahatan luar biasa yang mengorbankan keselamatan rakyat,” ujar Dwi.

12 Subjek Hukum Diduga Terlibat dalam Gangguan Tutupan Hutan

Dari hasil identifikasi awal, terindikasi 12 subjek hukum baik berbentuk korporasi maupun perorangan yang diduga memiliki keterkaitan dengan gangguan tutupan hutan di wilayah hulu.

Untuk kasus ini, Ditjen Gakkum akan menerapkan ketentuan Pasal 83 Ayat 1 huruf b Jo Pasal 12 huruf e UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana maksimum lima tahun dan denda maksimum Rp2,5 miliar.

Sejalan dengan tindakan di lapangan, pemanggilan terhadap seluruh 12 subjek hukum dijadwalkan pada Selasa (9/12/2025) untuk pendalaman lebih lanjut.

“Kami juga akan berkoordinasi erat dengan instansi terkait untuk memastikan adanya upaya restorasi hulu DAS dan perlindungan bagi komunitas terdampak,” ujar Dwi.

Mengkaji Penerapan UU TPPU untuk Penegakan Hukum

Selain pidana kehutanan, Ditjen Gakkum juga tengah mengkaji penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menelusuri dan menyita aset hasil kejahatan kehutanan, serta gugatan perdata berdasarkan Pasal 72 Jo 76 UU Kehutanan untuk memulihkan fungsi ekosistem hutan.

Kemenhut kata Dwi, akan menginstruksikan langkah-langkah teknis pemulihan hulu DAS bekerja sama dengan Ditjen Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), pemerintah daerah, dan masyarakat setempat. Program ini mencakup rehabilitasi vegetasi, penanganan pengendalian erosi, serta penataan kembali alur sungai yang tersumbat material.

“Penindakan terhadap pelanggaran kehutanan yang berkontribusi pada bencana bukan sekadar tindakan administratif, melainkan upaya perlindungan terhadap keselamatan publik dan ketahanan ekologis bangsa,” ujar Dwi.

Upaya Restorasi dan Perlindungan Ekosistem

Kemenhut menegaskan bahwa tindakan penegakan hukum dilakukan untuk melindungi ekosistem dan mencegah bencana alam yang dapat merugikan masyarakat. Selain itu, upaya restorasi hulu DAS akan dilakukan secara bersama-sama dengan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Pemulihan ekosistem hutan menjadi prioritas utama agar keanekaragaman hayati dan fungsi lingkungan tetap terjaga. Dengan demikian, kebijakan penegakan hukum tidak hanya bertujuan untuk memberikan sanksi, tetapi juga sebagai langkah preventif dalam menjaga keberlanjutan ekosistem.

Pos terkait