Perjuangan Warga Tukka Mencari Air Bersih Pasca Banjir

Pasca Banjir Bandang Warga Torue Kesulitan Air Bersih

Warga Tukka, Tapteng Berjuang Melawan Lumpur Pasca Banjir Bandang

Warga yang tinggal di Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, kembali menghadapi tantangan berat setelah diterjang banjir bandang pada Selasa 25 November lalu. Meski sudah beberapa minggu berlalu, kondisi mereka masih memprihatinkan. Banyak warga masih terus berjuang untuk membersihkan rumah mereka dari lumpur yang menumpuk dan mencoba memulihkan kehidupan sehari-hari.

Beberapa warga yang tinggal di Kampung Martua Poring, Kelurahan Tukka, Kecamatan Tukka, Tapteng, masih melakukan pekerjaan berat seperti mencangkul dan menyekop lumpur setinggi betis orang dewasa dari dalam rumah. Lumpur yang sudah mengeras tidak bisa hanya ditarik, sehingga warga harus menggunakan tenaga ekstra untuk membersihkannya. Mereka menggunakan alat seadanya agar rumah tidak tertimbun lumpur lagi dan bisa ditempati kembali.

Anwar Siregar, salah satu warga, bersama dua tetangganya tampak sibuk membersihkan rumah mereka. Beberapa warga lainnya sibuk memasak nasi dengan tungku kayu bakar. Anwar terlihat mengenakan sarung tangan dan tanpa pakaian saat bekerja. Saat diwawancarai, ia menyebut bahwa kondisi keluarganya mulai membaik pasca-bencana banjir. Namun, sebelumnya mereka sempat terisolasi selama seminggu karena jembatan penghubung putus dan listrik padam akibat banyak tiang listrik tumbang.

Bantuan baru mereka terima sepekan setelah kejadian. Itupun masih seadanya, cukup untuk makan sehari-hari. Selama terisolasi, Anwar dan warga lainnya saling berbagi makanan sesama korban. Beras dan stok mie instan yang tersisa tak hanyut terbawa banjir mereka masak, lalu dibagi sedikit-sedikit. Mereka tidak berharap kenyang, yang penting perut terisi dan tidak mati kelaparan.

“Kami mendapat bantuan itu setelah seminggu dari masyarakat yang membantu lah,” kata Anwar Siregar di rumahnya, Minggu (7/12/2025). “Setelah jalan yang dipenuhi lumpur dibuka barulah mendapatkan bantuan dan kita berusaha mencari. Selama terisolasi, kami makan seadanya, nasi, mie instan,” sambungnya.

Usai akses jalan dibuka setelah kurang lebih tujuh hari tertimbun lumpur, permasalahan lain mulai muncul. Mereka tidak punya persediaan air bersih untuk mandi, buang air, dan sebagainya. Untuk minum dan masak, mereka mengandalkan bantuan air kemasan dari pemberi bantuan baik masyarakat luar maupun pemerintah.

Untuk memperoleh air bersih, Anwar dan warga lainnya harus berjuang ekstra. Mereka harus berjalan kaki ke perbukitan yang ada di belakang rumahnya. Namun, untuk mencapai bukit sumber air, mereka harus jalan kaki, berenang, dan merangkak di atas lumpur. Setelah itu, mereka harus naik turun bukit selama satu jam untuk memperoleh air bersih.

“Kalau dari sini kita menyeberang sungai, naik ke bukit, merangkak untuk ngambil air. Bisa satu jam menyeberang sungai, naik ke bukit karena di bukit pun ada longsor,” ujar Anwar.

Kondisi pemukiman di Kelurahan Tukka memang tidak separah kelurahan lainnya di Kecamatan Tukka. Rumah mereka hanya diterjang banjir bandang berisi lumpur dan tidak rusak berat. Namun, isi rumah habis, baik barang elektronik maupun pakaian. Banjir yang terjadi pada Selasa 25 November lalu melenyapkan semua harta benda Anwar. Ia masih tak menyangka air sungai meluap begitu dahsyatnya, meluluhlantakkan satu Kecamatan di Tukka.

Pagi sekira pukul 09:00 WIB, Selasa 25 November yang seharusnya tenang dengan pemandangan sawah berisi padi menguning dan perbukitan yang indah, mendadak mencekam. Air bersama lumpur datang tiba-tiba membuat mereka kuwalahan menyelematkan diri masing-masing.

“Kalau awal kejadiannya kita di sini pukul 06:15 WIB lewat lah, air masih bisa dilewati dan sebatas kaki. Gak seberapa lama, lewat la bukit longsor dan air langsung meluap masuk ke dalam rumah, sekitar pukul 09:00 WIB.”


Pos terkait