REPUBLIKA.CO.ID, BATAM — Sidang kasus narkoba yang melibatkan 10 mantan anggota Satresnarkoba Polresta Barelang berlangsung di Pengadilan Negeri Batam. Dalam persidangan tersebut, saksi dari Propam Polda Kepri mengungkap peran para terdakwa dalam penyisihan barang bukti sabu seberat 1 kg untuk dijual sebagai upah informan.
Fakta Utama
Dalam sidang yang digelar Senin, saksi Ipda Aryanto Gultom, mantan Akriditor Propam Polda Kepri, menyampaikan pengakuannya terkait kronologi para terdakwa menyisihkan barang bukti. Menurutnya, setelah mendapatkan informasi dari Rahmadi (terdakwa), informasi tersebut disampaikan ke Fadilla (terdakwa) selaku kasub. Selanjutnya, penjemputan narkoba 36 kg dari Malaysia dilakukan oleh Kanit Shigit, dengan biaya jasa Rp20 juta.
“Setelah dapat informasi dari Rahmadi (terdakwa) disampaikan ke Fadilla (terdakwa) selaku kasub bahwa ada sabu, akan ada penjemputan dari Batam. Lalu dijemput Kanit Shigit 35 Kg dari Bripka Rahmadi, biaya jasa Rp20 juta,” ujar Aryanto.
Konfirmasi & Narasi Tambahan
Jaksa penuntut umum (JPU) memperkuat keterangan saksi yang tertuang di berita acara pemeriksaan (BAP). Dari keterangan saksi Aryanto, kasus ini terungkap berdasarkan keterangan dari terdakwa Azis Martua Siregar yang merupakan mantan anggota Polri. Ia ditangkap lebih dahulu.
Saksi juga menyampaikan bahwa sabu yang disisihkan dijual kepada Azis, dan uangnya disetorkan kepada terdakwa Wan Rahmat, Ma’ruf Rambe, dan Fadillah.
Analisis Konteks
Kasus ini menunjukkan adanya kegagalan dalam reformasi kultural Polri. Meski telah banyak upaya untuk meningkatkan etika dan profesionalisme, tindakan oknum polisi yang terlibat dalam perdagangan narkoba menunjukkan bahwa sistem pengawasan internal masih rentan terhadap korupsi dan pelanggaran etika.
Menurut Dr. Rizal M. Djafar, ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, “Kasus seperti ini menunjukkan bahwa reformasi kultural Polri belum sepenuhnya berhasil menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan transparan.”
Data Pendukung
Dalam operasi Antik yang digelar di Pekanbaru, Dumai, dan Rokan Hilir, Ditresnarkoba Polda Riau berhasil mengungkap kasus peredaran sabu-sabu seberat 1 kilogram yang melibatkan seorang oknum polisi. Brigadir AS ditangkap bersama tiga orang rekannya dalam serangkaian operasi tersebut.
Pernah Tuduh Kapolres Korupsi
Brigadir AS memiliki rekam jejak kontroversial; pada tahun 2022 ia pernah menuding Kapolres Rohil menerima suap kasus narkoba dan mendapat sanksi demosi 10 tahun dari Polri. Namun, hasil penyelidikan membuktikan bahwa Kapolres tidak bersalah, sedangkan Brigadir Alex justru dijatuhi sanksi demosi.
Mengingat hal ini, pertanyaan besar muncul: apakah reformasi kultural Polri benar-benar berhasil mengubah budaya kerja yang lama? Kasus-kasus seperti ini menjadi indikator bahwa diperlukan langkah-langkah lebih ketat dalam penguatan pengawasan internal dan peningkatan kesadaran etika bagi seluruh personel Polri.
